Humphrey Djemat: Kejadian di KJRI Seharusnya Tidak Perlu Terjadi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kejadian mengamuknya ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah pada Minggu (9/6) sangat disesalkan dan seharusnya tidak perlu terjadi. Diperkirakan pada saat itu ada sekitar 12 ribuan orang yang sedang mengantri mengurus dokumen (Paspor/Pengganti dokumen laksana paspor). Demikian menurut Humphrey Djemat, Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan mantan juru bicara Satgas TKI, dalam pers rilisnya hari Senin ini (10/6).
Di Arab Saudi diperkirakan ada kurang lebih 2 Juta TKI. Berdasarkan catatan yang ada diperkirakan masih ada kurang lebih 40 ribuan WNI/TKI yang berstatus over-stay, sehingga keberadaan mereka dianggap illegal untuk berdiam di Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah bekerja sama dengan baik selama ini untuk memulangkan Warna Negara Indonesia (WNI)/TKI yang berstatus over-stay tersebut. Hal mana terlihat dari pemberangkatan melalui Kapal Laut KM Labobar Pelni yang telah mengangkut sebanyak 2.351 WNI over-stay ke Indonesia. Dan tahun lalu sebanyak hampir kurang lebih 17 ribu orang dengan pesawat terbang telah dipulangkan. Orang Indonesia yang sempat tinggal di bawah kolong jembatan Khandara di Jeddah telah dibersihkan sehingga tidak ada lagi orang Indonesia yang tinggal di bawah kolong jembatan di Jeddah.
Menurut Humphrey Djemat, kejadian amuk massa dan pembakaran di KJRI Jeddah disebabkan beberapa hal.
Pertama, belum adanya Konjen baru yang ditempatkan memimpin KJRI Jeddah. Akibat tidak adanya orang nomor satu di KJRI Jeddah, maka timbul kesulitan untuk orang yang bisa in-charge (memimpin) dan memberikan petunjuk yang kuat kepada seluruh staf yang ada serta mewakili Pemerintah kita berhadapan dengan Pemerintah Arab Saudi (Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi) dalam penanganan pengurusan dokumen.
Kedua, berdasarkan pengalaman sebelumnya, pengurusan dokumen tidak dilakukan di KJRI tetapi gedung lain di luar KJRI. Hal ini untuk mengantisipasi banyaknya orang yang mengantri untuk mengurus dokumen. Di samping itu, apabila dilakukan di luar gedung KJRI, maka tanggung jawab keamanan sepenuhnya berada di pihak Polisi Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Tentu ini untuk menjaga kehormatan gedung KJRI sebagai lambang negara. Kejadian ini membuat citra Negara/Pemerintah tidak baik di mata semua pihak termasuk dunia internasional.
Ketiga, ternyata tenaga staf KJRI banyak yang masih baru ditempatkan di Jeddah, masih muda dan kurang pengalaman. Ini berbeda dengan staf lama yang memang sudah berpengalaman dan lebih profesional. Akibatnya, staf KJRI yang ada saat ini tidak bisa melihat dan mengantisipasi potensi adanya amuk massa tersebut. Sudah menjadi rahasia umum banyak calo yang berkeliaran menawarkan jasa mempermudah urusan dokumen dengan imbalan sebesar 300 - 400 Riyal (sekitar hampir 800 ribu - hampir 1,1 juta Rupiah). Pada saat mereka tidak bisa memenuhi janjinya, calo-calo tersebut menyalahkan pihak KJRI yang bekerja lamban dan tidak profesional. Akibatnya massa mempercayai omongan para calo tersebut dan membuat mereka menjadi marah terhadap KJRI.
Keempat, seharusnya pihak KJRI melakukan perundingan dengan pihak Jawazat (imigrasi Pemerintah Kerajaan Arab Saudi) agar batas waktu bisa lebih diperpanjang dari tanggal 3 Juli, mengingat ada proses screening dari pihak Kerajaan Arab Saudi untuk menentukan apakah orang yang mengajukan permohonan dokumen terlibat kriminal atau tidak. Disamping itu pihak KJRI perlu meneliti apakah orang tersebut warga negara Indonesia atau tidak. Jadi diperlukan waktu yang cukup memadai untuk melakukan proses.
Humphrey Djemat menilai, kesalahan ada di pihak Kemenlu yang tidak cukup bergerak cepat untuk menentukan Konjen baru agar segera memimpin KJRI. Seharusnya Kemenlu memberikan tenaga tambahan baru dan juga memberikan pengarahan yang jelas sesuai pengalaman sebelumnya untuk mengatasi banyaknya WNI/TKI dengan status over-stay mengajukan permohonan dokumen untuk balik ke Indonesia.
Editor : Yan Chrisna
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...