Rusuh di KJRI Jeddah akibat Pemerintah Tak Serius Tangani TKI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kalangan DPR RI menilai pemerintah tidak serius dalam menangani tenaga kerja Indonesia di Saudi Arabia. Ketidakseriusan ini terindikasi tidak adanya data yang dimiliki pemerintah, sehingga pemerintah selalu terlambat dalam merespons tuntutan warga Indonesia yang menjadi TKI di sana.
“Kalau pemerintah mempunyai data yang akurat, kerusuhan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah tidak akan terjadi,” ujar Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi IX DPR RI, dalam rapat kerja komisi ini dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar di Jakarta, Senin (10/9).
Hal senada juga dilontarkan Habib Jamal, juga anggota Komisi IX DPR RI. Ia mengusulkan untuk mempermudah pelayanan di sana, sebaiknya loket-loket pelayanan ditambah. Apalagi pemohon yang harus dilayani sebanyak 100 ribu warga. “Komisi IX juga harus membentuk tim untuk melihat langsung kondisi di Jeddah. Jangan sampai kerusuhan di KJRI terulang kembali,” tandas Jamal.
Hal lain yang juga disayangkan oleh Komisi IX DPR adalah tidak ada koordinasi terpadu antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerin Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Padahal yang dilayani oleh warga negera Indonesia yang sedang mencari kerja di Saudi Arabia, yang membutuhkan pelayanan tiga kementerian itu. Soal tenaga kerja adalah urusan Kementerian Tenaga Kerja, urusan dokumen seperti Surat Perjalanan Laksana Paspor adalah urusan Kementerian Hukum dan HAM, dan perlindungan warga negara di Saudi Arabia adalah urusan Kementerian Luar Negeri.
Tapi faktanya, ketika terjadi tawaran amnesti dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia bagi tenaga kerja asing di sana, termasuk TKI, untuk bisa tinggal dan bekerja di sana, yang terjadi justru kepanikan, baik dari pemohon maupun aparat yang melayaninya. Apalagi dikabarkan dari sana telah jatuh korban satu orang meninggal.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar pun mengakui bahwa kewenangan untuk membuka loket tambahan atau menambah jumlah personel yang melayani adalah kewenangan dari Kementerian Luar Negeri. “Kami hanya bisa mengusulkan agar loket pelayanan ditambah dan merekrut staf lokal untuk melayani pemohon yang jumlahnya diprediksi 100.000 pemohon,” paparnya.
Atas peristiwa yang terjadi di KJRI Jeddah, Menteri Muhaimin telah menugaskan dua dirjen ke Saudi Arabia. Mereka diharapkan bisa membantu kelancaran tugas pelayanan dokumen keimigrasian bagi 100 ribu TKI dan warga negara Indonesia yang masa tinggalnya di sana telah melampau izin yang ditentukan (over stay) terkait penawaran amnesti dari Pemerintah Saudi Arabia.
Laporan yang diterima Muhaimin dari Jeddah, hingga kini sudah 50.000 pemohon sudah memperoleh dolkumen keimigrasian yang mereka butuhkan. “Mudah-mudahan pelayanan sekitar 50.000 sisanya bisa berlangsung lancar,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Muhaimin meluruskan soal kematian satu TKI terkait pengurusan dokmen keimigrasian di Jeddah. “Yang meninggal karena TKI memang sakit. Bukan lantaran berada di KJRI saat terjadi kerusuhan,” jelasnya.
Soal kerusuhan yang terjadi di sana, menurut Muhaimin, lantaran diprovokasi oleh oknum yang tak bertanggung jawab. “Pada awalnya pelayanan berjalan normal. Tapi karena diprovokasi oleh orang yang tak bertanggung jawab, terjadilah kerusuhan itu,” ujarnya.
Editor : Windrarto
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...