HUT Ke-71 Kemerdekaan: Gagasan I.J. Kasimo Semakin Relevan
Ia jugalah yang memberi teladan bahwa berpolitik itu pengorbanan tanpa pamrih. Berpolitik selalu memakai beginsel atau prinsip yang harus dipegang teguh.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejarah Indonesia mencatat nama Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono sebagai pahlawan nasional. Pria yang lahir di Yogyakarta, Hindia Belanda, 10 April 1900 ini dikenal sebagai salah seorang pelopor kemerdekaan Indonesia.
Kasimo, nama populernya, beberapa kali menjabat sebagai menteri setelah Indonesia merdeka. Sebagai politisi, ia dihormati sebagai salah seorang putra Katolik yang membawa warna dalam sejarah Indonesia. Ia merupakan salah seorang pendiri Partai Katolik Indonesia.
Namun, selain di dunia politik, Kasimo sesungguhnya sempat juga membawa gagasan penting di bidang ekonomi. Bahkan portofolio kabinet yang ia duduki pertama kali adalah Menteri Kemakmuran, yang sangat terkait dengan bidang ekonomi.
Di tengah perekonomian Indonesia yang kini dikeluhkan semakin tergantung pada barang-barang impor, devisa yang tergerus akibat melemahnya ekspor, harga komoditas yang belum pulih serta kelangkaan barang-barang pangan di dalam negeri, menapak tilas gagasan Kasimo menjadi relevan kembali.
Kasimo pernah meluncurkan sebuah gagasan yang kemudian disebut Kasimo Plan. Dan andai saja gagasan itu sempat terwujud, barangkali Indonesia sudah makmur. Paling tidak, swasembada pangan mungkin sudah tercapai.
Realistis dan Praktis
Di awal kemerdekaan, Indonesia praktis sebagai sebuah negara miskin. Kas negara kosong, pajak-pajak dan bea masuk lainnya drastis merosot.
Pada saat yang sama inflasi yang sangat tinggi, antara lain karena langkanya produksi dan beredarnya lebih dari satu mata uang dan tidak terkendali. Lebih jauh, adanya Blokade Ekonomi oleh Belanda sejak awal kemerdekaan, telah memukul perekonomian. Apalagi perdagangan Indonesia ke luar negeri juga ditutup.
Di sisi lain, kebutuhan rakyat sangat mendesak untuk dipenuhi. Keperluan negara juga banyak. Diperlukan segera pemecahan masalah ekonomi. Pemerintah harus menemukan langkah cepat untuk dapat meningkatkan produksi dan dan ditribusi bahan makanan, mengatasi masalah sandang, serta status perkebunan milik asing.
Pada saat itu lah muncul I.J. Kasimo, yang kala itu menjabat Menteri Persediaan Makanan Rakyat atau disebut juga Menteri Urusan Bahan Makanan, datang dengan apa yang oleh publik dikenal sebagai Kasimo Plan. Kasimo Plan ini digambarkan sebagai usaha untuk menyelesaikan masalah ekonomi secara konseptual, praktis, dan realistis.
Kasimo Plan adalah sebuah rencana produksi tiga tahunan (1948-1950) di bidang pangan yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi Indonesia. Kasimo Plan itu pada intinya Kasimo Plan adalah usaha untuk mencapai swasembada pangan dengan langkah-langkah sederhana dan realistis.
Rencana Kasimo ini adalah sebagai berikut:
Pertama, menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 Ha.
Kedua, melakukan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul
Ketiga, pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan.
Keempat, di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit
Kelima, transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa, dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.
Dalam sejarah perencanaan ekonomi di Tanah Air, Kasimo Plan merupakan salah satu fundasi dari tradisi perencanaan ekonomi yang di kemudian hari terbukti cukup efektif di awal Orde Baru.
Sayangnya, perencanaan ekonomi dalam masa Orde Lama (pemerintahan Soekarno) kerap takluk pada misi atau prioritas politik.
Sebagai contoh, setelah diluncurkannya Kasimo Plan pada tahun 1952 dimulai usaha-usaha perencanaan yang lebih bersifat menyeluruh. Sebagai hasilnya, pada tahun 1956-1960 pemerintah Soekarno berhasil disusun suatu Rencana Pembangunan Lima Tahun, yang di masa Orde Baru menjadi salah satu tradisi yang dianggap berhasil.
Hanya saja di era Soekarno itu, masa kerja kabinet acap kali sangat singkat dan programnya silih berganti. Ini menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi. Buntutnya terjadi kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958.
Tetapi ini juga tidak berhasil karena berbagai faktor. Pertama, adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Kedua, perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan- perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Ketiga, adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing. Akibat situasi sosial, politik, dan keamanan yang kurang stabil, hasil pembangunan dalam Periode ini tidak maksimal. Situasi politik yang lebih mendominasi dibandingkan perbaikan ekonomi.
Kendati demikian, gagasan Kasimo yang melahirkan Kasimo Plan, dapat dikatakan masih relevan dengan permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Teladan Berpolitik tanpa Pamrih
Di bidang politik, I.J. Kasimo dipandang sebagai tokoh yang memberi teladan bahwa berpolitik itu pengorbanan tanpa pamrih. Berpolitik selalu memakai beginsel atau prinsip yang harus dipegang teguh.
Seperti yang disampaikan oleh pemimpin umum harian Kompas, Jakob Oetama, ia adalah salah satu tokoh yang menjunjung tinggi moto salus populi supremalex, yang berarti kepentingan rakyat, hukum tertinggi, yang merupakan cermin etika berpolitik yang nyaris klasik dari tangan dirinya.
Kasimo Hendrowahyono anak kedua dari sebelas bersaudara. Orangtuanya adalah Dalikem dan Ronosentika, seorang prajurit Keraton Yogyakarta, dan seorang tokoh yang memperjuangkan hak-hak anak jajahan.
Sejak kecil IJ Kasimo dididik sesuai dengan tradisi keraton. Dengan demikian, ia merasakan dan paham benar dengan cara hidup keraton yang semuanya berpusat pada Sultan.
Ketika kakak tertuanya dipersiapkan mengganti ayahnya, maka Kasimo menggantikan posisi dan sekaligus bertanggung jawab sebagai anak laki-laki tertua. Ia harus bekerja keras membantu ibunya mengurus rumah tangga.
Setelah lulus dari Bumi Putra Gading, Kasimo masuk sekolah di Muntilan yang didirikan oleh Romo van Lith. Kasimo saat itu tinggal di asrama dan dia kemudian tertarik untuk belajar agama Katolik dan pada hari raya Paskah pada bulan April 1913 pada usia 13 tahun, Kasimo dibaptis secara Katolik dan mendapat nama baptis Ignatius Joseph.
Setelah dewasa, ia menjadi guru pertanian sekaligus mengajarkan agama di Tegal dan Surakarta .
Karier Politik
Kasimo Hendrowahyono adalah salah satu pendiri partai politik Katholiek Djawi yang lalu berubah nama menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa dan lalu menjadi Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI) yang kelak pada tahun 1949 Kasimo akan menjadi ketua umumnya.
Sebagai anggota PPKI, Kasimo diangkat menjadi anggota Volksraad antara tahun 1931-1942. Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang menginginkan kemerdekaan Hindia Belanda.
Pada masa kemerdekaan awal, PPKI yang dilarang oleh Jepang dihidupkan kembali atas gagasan Kasimo dan berubah nama menjadi Partai Katolik Republik Indonesia.
Antara tahun 1947-1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto Tirtoprodjo ia juga menjabat sebagai menteri. Kasimo pun juga pernah ikut menjadi anggota Delegasi Perundingan Republik Indonesia.
Ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia ke-5 dengan masa jabatan 4 Agustus 1948 – 21 Januari 1950 dan menjabat sebagai Menteri Pertanian Republik Indonesia ke-6 dengan masa jabatan 4 Agustus 1948 – 21 Januari 1950.
Pada masa Agresi Militer II (Politionele Actie) ia bersama menteri lainnya yang tidak dikurung Belanda bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu ketika bisa kembali ke Yogyakarta ia memprakarsai kerja sama seluruh partai Katolik Indonesia untuk bersatu menjadi Partai Katolik.
Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), Kasimo duduk sebagai wakil Republik Indonesia dan kemudian setelah RIS dilebur sebagai anggota DPR. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Kasimo juga ikut berjuang merebut Irian Barat.
Kasimo menyatakan pendiriannya untuk menolak gagasan Nasakom yang ditawarkan Bung Karno. Kasimo pun juga menolak Kabinet yang diprakarsai Soekarno dan terdiri dari empat partai pemenang pemilu 1955: PNI, Masyumi, NU dan PKI. Kala itu Masyumi dan Partai Katolik Indonesia yang satu-satunya menolak bekerja sama dengan PKI di kabinet.
Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Kasimo diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia.
IJ Kasimo meninggal pada Jumat Kliwon, 1 Agustus 1986 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Karena perjuangannya, Kasimo mendapat anugerah Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus II dan diangkat menjadi Kesatria Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung. Sementara oleh Pemerintah Indonesia, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...