ICRP: Kampus Rosnida Harus Bertindak Arif
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesian Conference and Religion on Peace (ICRP) meminta agar kampus IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tempat Dr. Rosnida Sari mengajar supaya bersikap arif dan bijaksana terkait kasus Rosnida diancam akan dibunuh karena membawa mahasiswanya untuk belajar tentang jender dan pluralisme di sebuah gereja di Banda Aceh.
Upaya Rosnida mengajarkan keberagaman tersebut disalahpahami dan banjir kecaman di media sosial, masyarakat umum, bahkan internal IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Ada yang menilai Rosnida murtad, ada yang mengusirnya dari Aceh, bahkan ada yang mengancam membunuhnya.
“Mendesak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh untuk bertindak arif dan bijaksana,” seperti dikutip dari siaran pers yang dikeluarkan ICRP di Jakarta pada Kamis (8/1).
“Mengedepankan nilai-nilai akademis serta tidak menjustifikasi Rosnida Sari secara sepihak. Universitas harus mengedepankan prinsip-prinsip moral yang diterapkan dalam lingkungan akademik, terutama yang terkait dengan kebenaran, keadilan dan kejujuran.”
Selain itu, ICRP juga menuntut aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap Rosnida Sari dari intimidasi dan ancaman pembunuhan. Menurutnya, pemerintah Banda Aceh harus menegakkan hak-hak warga negara dan melindungi semua warganya dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti yang tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian ICRP juga mendukung Rosnida untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
“Kunjungan ke rumah ibadah tersebut adalah bentuk pengajaran yang tidak hanya berkutat kepada domain mengerti (kognitif), melainkan sudah dalam tahap merasa (affective) dan melakukan (psikomotorik). Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan pengajaran nilai-nilai keislaman yang moderat.”
ICRP menilai hal itu diperlukan untuk mengikis radikalisasi agama, kekerasan atas nama agama, pengafiran pihak lain, sikap ekstrim serta fanatisme berlebihan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
Kasus Dr. Rosnida Sari ini bermula ketika dia mengajak para mahasiswanya untuk belajar jender relasi laki-laki dan perempuan dan pluralisme di sebuah gereja di Banda Aceh. Rosnida menyatakan bahwa selain belajar mengenai relasi laki-laki dan perempuan di agama Kristen dia juga ingin agar mahasiswanya bisa merasa nyaman bersama dengan orang yang berbeda iman.
Kutipan tersebut berasal dari artikel Rosnida yang menggambarkan bagaimana dia menciptakan metode-metode pengajaran kreatif yang sekaligus bisa menjadi media dalam membangun solidaritas antaragama di Indonesia.
Tulisannya dimuat dalam situs Australia Plus yang bertajuk “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di Banda Aceh”. Tidak disangka, artikel ini berdampak serius. Sehari setelah dimuat, Rosnida ditindas melalui media sosialnya yaitu facebook hingga akhirnya dia menutup akunnya.
Selain itu, teror dan ancaman pembunuhan juga harus dihadapi oleh Rosnida dan keluarganya. Pihak universitas yang seharusnya memberikan pembelaan malah memberi ancaman skorsing kepada Rosnida.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Festival Film Berlin Tinggalkan Medsos X
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Festival Film Berlin menjadi festival film papan atas Eropa terbaru yang ...