Ikan Patin Bantu Pendapatan Masyarakat Rp 200 Miliar
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Produksi budidaya ikan patin di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan hingga 2014 mencapai 70.000 ton. Dengan asumsi harga di pasaran rata-rata Rp 18.000 per kilogram, berarti kontribusi pemasaran ikan ini mencapai sekitar Rp 200 miliar.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskannak) Hulu Sungai Utara (HSU) HM Suriani di Amuntai, Selasa (15/7), mengatakan, dengan melihat potensi itu Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menggelontorkan berbagai program bantuan, untuk wilayah Minapolitan mencapai Rp 3,3 miliar.
Menurut Suriani, wajar jika miliaran rupiah digelontorkan pemerintah pusat untuk mengembangkan budi daya ikan patin itu karena kontribusi pendapatan yang sangat besar. "Karena budi daya patin ini memberikan kontribusi Rp 200 miliar," katanya.
Dana bantuan pusat itu, Suriani menjelaskan, telah digunakan untuk pembuatan keramba apung, keramba ikan, jala ikan (net), kolam rawa mesin penyedot lumpur, mesin pengolah pakan ikan, dan pengadaan benih ikan.
Selain itu, juga digunakan untuk pembuatan keramba jaring apung percontohan, bantuan bibit dan pakan ikan, biaya pertemuan kelompok, dan pembuatan rencana pembangunan jangka menengah.
Selain bantuan pusat, petani pembudi daya ikan patin di kawasan Minapolitan seperti Kecamatan Haur Gading dan kawasan penopang (hinterland) di dua kecamatan, yakni Kecamatan Amuntai Tengah dan Banjang, juga mendapat pinjaman kredit dari Bank Rakyat Indonesia, yang nilainya mencapai Rp 7,8 miliar.
Kini lahan yang digunakan untuk budi daya ikan di kolam rawa Kecamatan Haur Gading tersebut sudah mencapai 143 hektare, dengan jumlah kelompok tani 29 kelompok.
"Kawasan Minapolitan ini diharapkan bisa menjadi percontohan bagi petani di kecamatan lainnya, yang juga ingin mengembangkan budi daya patin, nila, dan ikan mas di kolam rawa," Suriani menjelaskan.
Melihat prospek dan perkembangan budi daya ikan di kolam rawa itu, Diskannak HSU berani menargetkan jumlah produksi patin pada 2015 bisa mencapai sekitar 21.000 ton.
Berkembangnya perikanan budi daya di HSU ini, khususnya ikan patin, kata Suriani selain meningkatkan taraf hidup petani nelayan di daerahnya, juga menyediakan pangan hewani yang murah namun memiliki protein dan nilai gizi yang tinggi.
"Bayangkan harga daging sapi saja sudah sekitar Rp 100.000 per kilogram, sedangkan ikan patin hanya sekitar Rp 13.000 hingga Rp 18.000 saja, sehingga sangat membantu masyarakat mendapatkan pangan yang murah," tuturnya.
Bahkan ikan patin ini, paparnya sudah diolah sebagian masyarakat HSU, untuk dijadikan makanan olahan seperti pentol bakso, kerupuk, amplang, dan lainnya, sebagai usaha rumahan dan industri kecil.
Suriani berharap para petani pembudidaya ikan patin, bisa menjadikan usaha mereka tersebut sebagai usaha pokok, dan bukan usaha sampingan, sehingga mampu meningkatkan produksinya.
Ia juga berharap dukungan masyarakat, khususnya petani ikan lainnya, tidak menggunakan bahan kimia berbahaya untuk menangkap ikan, karena berdampak terhadap budi daya keramba di aliran sungai.
"Pernah terjadi ikan di keramba mati terkena aliran sungai yang mengandung racun potas," ungkapnya. Bagi Suriani keberhasilan budi daya yang sudah dicapai berkat kerja keras bersama yang harus dipertahankan, agar pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali menggelontorkan program bantuan. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...