Ilmuwan Peringatkan Bahaya Besar Pemanasan Global
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Laporan baru oleh Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim memperingatkan, dunia memanas lebih cepat dari yang diperkirakan. Jika laju pemanasan global tidak secara drastis diturunkan, panel itu mengatakan, risiko terkait iklim bagi kesejahteraan manusia, ekosistem, dan pembangunan berkelanjutan, akan naik ke tingkat berbahaya dan permanen.
Ilmuwan pada Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim melaporkan pemanasan global sejak zaman pra-industri sudah melampaui satu derajat celsius. Pada tingkat emisi gas rumah kaca saat ini, tingkat pemanasan akan mencapai 1,5 derajat dalam beberapa puluh tahun mendatang.
Laporan itu memperingatkan, kalau naik lagi menjadi dua derajat celsius, akan meningkatkan jumlah bencana alam, mempercepat pencairan es laut Arktik, menyebabkan pulau-pulau terendam air laut yang naik, dan tidak mungkin memproduksi cukup pangan, untuk memberi makan penduduk dunia yang terus bertambah.
Sekjen Organisasi Meteorologi Dunia, Petteri Taalas, mengatakan masih ada waktu bagi orang untuk mengubah perilaku guna mencegah kenaikan emisi karbon.
"Orang yang menderita akibat perubahan iklim akan berkurang 420 juta, kalau kita mampu membatasi pemanasan ke tingkat 1,5 derajat. Ada daerah-daerah tertentu di dunia yang sangat sensitif. Negara-negara kecil kepulauan, wilayah Laut Tengah dan juga Sub-Sahara Afrika, yang selama ini menderita, akan paling menderita pada masa depan,” kata Taalas.
Menurut Taalas, tenaga surya, tenaga air, tenaga angin dan bentuk-bentuk lain energi yang disebut ramah lingkungan, akan tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ia mengatakan, penggunaan moda transportasi bertenaga listrik untuk publik dan pribadi seharusnya lebih ditekankan.
Ia mengatakan, orang bisa membantu menyelamatkan planet ini dengan mengubah gaya hidup. Ia menunjuk pangan sebagai satu bidang yang bisa mengurangi masalah.
“Sebagai contoh, fakta bahwa kita makan begitu banyak daging, berarti kita menggunakan lahan pertanian yang cukup besar untuk berternak, daripada untuk memproduksi sayur mayur dan kacang-kacangan yang lebih ramah karbon,” katanya.
Sementara itu, badai Michael, dengan kecepatan angin maksimum 120 kilometer per jam, sedang bergerak menuju Kuba dan mungkin mencurahkan hujan lebat dan banjir di Florida, menurut Pusat Badai Nasional. Michael diperkirakan bergerak ke daratan di atas Florida pada hari Rabu (10/10) dan kemudian bergerak melintasi bagian tenggara Amerika Serikat pada Rabu (10/10) malam dan hari Kamis (11/10). (Voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...