Ilmuwan Tiongkok Penemu Obat Malaria Menangi Nobel Kedokteran 2015
STOCKHOLM - Seorang ilmuwan Tiongkok yang meneliti teks-teks kuno dan menemukan obat malaria yang kuat, memenangi hadiah Nobel untuk bidang Kedokteran bersama dua ilmuwan lainnya. Kemenangannya itu diumumkan di Stockholm hari Senin (5/9). Dua pemenang lainnya adalah peneliti dari Amerika Serikat dan peneliti dari Jepang yang penemuan mereka melahirkan harapan baru untuk menghilangkan penyakit tropis lainnya.
Ilmuwan Tiongkok itu, Tu Youyou akan berbagi hadiah uang 8 juta kronor Swedia (Sekitar US$ 960 ribu) bersama dua pemenang lainnya, yaitu ahli mikrobiologi dari Jepang, Satoshi Omura dan ilmuwan AS kelahiran Irlandia, William Campbell.
Tu meraih hadiah Nobel atas jasanya menemukan artemisinin, yang sekarang merupakan obat utama terhadap malaria, yang menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia. Terinspirasi oleh obat tradisional Tiongkok, ia membuat penemuan saat bekerja pada sebuah proyek malaria untuk militer Tiongkok. Tu merupakan warga Tiongkok pertama yang memenangi hadiah Nobel bidang Kedokteran.
Omura dan Campbell menemukan obat lain, avermectin, yang turunannya telah membantu mengatasi penyakit kebutaan yang disebut river blindness dan filariasis limfatik. Penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh cacing parasit yang menyerang jutaan orang di Afrika dan Asia.
Komite Nobel mengatakan para pemenang itu, yang semuanya di usia 80-an tahun, membuat terobosan mereka di tahun 1970-an dan 80-an. Mereka telah memberikan alat yang kuat bagi manusia untuk memerangi penyakit yang melemahkan.
"Sebagai hasilnya, terjadi peningkatan kesehatan manusia dan mengurangi penderitaan yang beragam," kata panitia.
Campbell, 85, adalah peneliti emeritus di Drew University di Madison, New Jersey. Dia mengatakan kepada AP ia membuat penemuan utamanya pada tahun 1975 saat bekerja di perusahaan farmasi Merck.
Omura, 80, adalah seorang profesor emeritus di Universitas Kitasato di Jepang. Ia bertanya-tanya apakah ia layak untuk mendapat hadiah itu.
"Saya telah belajar banyak dari mikroorganisme dan saya telah bergantung pada mereka, jadi saya lebih suka memberikan hadiah untuk mikroorganisme," kata Omura kepada NHK Jepang.
Tu, 84, adalah peneliti pada China Academy of Chinese Medical Sciences.
Sebagai catatan, River Blindness adalah penyakit mata dan kulit yang berakibat pada kebutaan. Sekitar 90 persen dari penyakit ini terjadi di Afrika, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Ada pun lymphatic filariasis adalah penyakit yang dapat menyebabkan pembengkakan tungkai dan alat kelamin, yang disebut kaki gajah. Penyakit ini terutama mengancam Asia dan Afrika. WHO mengatakan 120 juta orang terinfeksi penyakit ini, dan sekitar 40 juta cacat dan lumpuh. (nytimes,com)
Editor : Eben E. Siadari
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...