Imam Shamsi Ali: Membangun Dialog di Tengah Keberagaman AS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di tengah keberagaman warga Amerika Serikat (AS), Imam Besar Islam dari tiga masjid di New York, Imam Shamsi Ali menceritakan pengalaman membangun relasi dan dialog kepada warga AS baik yang beragama Kristen maupun warga Yahudi di AS.
Saya bertransformasi untuk membangun dialog. Ada hal paling unik, ketika saya membangun kerjasama dengan komunitas Yahudi, banyak yang terkejut di Indonesia karena ada semacam persepsi bahwa seolah-olah antara Muslim dan Yahudi dilahirkan untuk saling membenci. Ini persepsi yang salah dan ini adalah persepsi yang mesti kita ubah, kata Imam Shamsi Ali kepada peserta Indonesian Youth Dialogue (IYD) bertajuk Dialogue for Peace melalui koneksi jaringan sosial skype, pada Senin (16/12) pekan lalu.
Seperti disampaikan sebelumnya, IYD merupakan program dari 20 pemuda-pemudi Indonesia alumni program beasiswa studi di Institut Pluralisme Agama Amerika Serikat untuk Para Pemimpin Mahasiswa 2013 (Study of the United States Institutes on Religious Pluralism for Student Leaders/SUSI RPA 2013). Mereka menggagas program IYD yang diresmikan pada Senin (16/12) malam pekan lalu di At America, Pacific Place, Jakarta.
Program IYD ini merupakan bentuk tindak lanjut mereka sebagai alumnus, yang mendapatkan ilmu dan pengalaman selama belajar di Temple University, Philadelphia, pada Januari hingga Februari 2013 yang lalu. Saat acara itu, panita IYD menghubungi Imam Shamsi Ali via skype untuk menceritakan pengalaman, arti, dan pendapat mengenai dialog.
Dibangun dari Lubuk Hati
Selanjutnya, Imam Besar Islam di AS itu menilai, dalam kenyataan hidup ini dialog dapat dibangun dalam keberagaman. Menurut dia, dialog itu mesti dibangun dengan murni, yang ikhlas dan datang dari lubuk hati setiap manusia.
Dialog yang datang dari hati kita yang paling dalam, maka kita bisa membangun kerja sama dengan semua umat manusia untuk membangun dunia yang lebih baik, damai, dan lebih aman, kata Imam Shamsi yang sedang berada di AS.
Imam Shamsi mengingatkan, saat ini manusia berada dalam sebuah abad yang baru, dunia global yang saling interaksi antara yang satu dengan yang lain. Dia mengatakan setiap orang dunia tidak dapat hidup tanpa dukungan dengan orang lain, baik antarkelompok manusia, antarnegara dan bahkan kekuatan antarregional tidak dapat terpisah-pisahkan.
Tidak ada yang bisa hidup tanpa dukungan orang yang lain. Oleh sebab itu, dunia global menuntut sebuah dialog, kata Imam Shamsi melalui koneksi jaringan sosial skype.
Ciptaan Tuhan dalam Keberagaman
Kemudian, Imam Shamsi mengatakan bahwa dialog adalah sebuah proses untuk belajar memahami salah satu ciptaan Tuhan, yang disebut keberagaman. Menurut dia, keberagaman itu merupakan hukum alam yang tidak bisa dihindari dari kehidupan manusia. Dibutuhkan suatu proses membangun link, membangun hubungan antara keberagaman yang ada itu dan hubungan itulah yang disebut dialog, kata dia.
Saling mengenal adalah kata kunci dalam dialog. Dialog ini adalah proses. Dalam suatu proses kita harus membangun kesepahaman, kemudian membangun rasa hormat, saling menghormati, dan juga membangun sebuah relasi dan saling percaya, yang dibangun di atas kasih sayang dan cinta, kata Imam Shamsi merincikan.
Selanjutnya, lebih dari itu adalah kemampuan kita membangun kerja sama, partnership, corporation, kata dia menambahkan.
Mempertahankan Dialog
Dalam kesempatan itu, Imam Sahmsi menyampaikan lima faktor dalam menghadapi tantangan dan upaya berdialog di tengah masyarakat, yang kerap cenderung menghadapi kelompok-kelompok ekstrim dan radikal. Kelima faktor itu di antaranya: satu, pemberitaan media yang berimbang dalam menyampaikan isu-isu komunitas beragama, dua, menghindari politisi agama sebagai kepentingan politisi orang-orang tertentu.
Selanjutnya, ketiga, menghindari ketidaktahuan tentang anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak terjadi salah paham terhadap orang lain tanpa klarifikasi dan pengenalan mendalam, keempat, bagi umat beragama supaya memahami teks-teks agama atau ayat-ayat kitab suci dalam konteks yang benar dan jangan terbawa arus terhadap pendapat-pendapat yang belum tentu benar terkait hubungan antarmanusia.
Kelima, keberanian berdialog dengan melihat setiap orang secara postif. Manusia sebagai ciptaan Allah yang mulia, atau fitrah Allah dalam Islam, atau dalam Kristen dan Yahudi disebut The image of God dan sebagainya. Ini semua merupakan fondasi untuk kita membangun dialog, ketika manusia dilihat sebagai hamba-hamba Tuhan yang positif, kata Imam itu.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...