Imparsial Kritik Pencalonan Sutiyoso Jadi Kepala BIN
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo telah memilih Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Sutiyoso sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan mengajukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sutiyoso menjadi calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menggantikan Letjen (Purn.) Marciano Norman.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Program The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf, mengatakan meskipun pemilihan Kepala BIN merupakan hak prerogatif Presiden, tapi Presiden Jokowi diharapkan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.
Menurut dia, BIN punya fungsi yang sangat strategis dalam konteks keamanan nasional. BIN menjadi garda terdepan dalam upaya mendeteksi dini berbagai potensi ancaman yang akan terjadi. “Seharusnya kepala intelijen bisa membawa intelijen menjadi lebih efektif, dan untuk itu harus netral secara politik. Sutiyoso merupakan ketua umum partai dan juga merupakan tim pemenangan dari Jokowi-Jusuf Kalla,” ucap Al Araf seperti dilansir dari laman voaindonesia.com, Minggu (14/6).
Kepala BIN, Al Araf melanjutkan, harus seorang yang energik dan memiliki kekuatan fisik prima, karena BIN merupakan mata dan telingan negara. Dia meragukan kriteria ini dimiliki oleh Sutiyoso yang tahun ini telah berumur 70 tahun.
Dari Internal BIN
Al Alraf menyarankan agar Kepala BIN diambil dari orang dari internal lembaga tersebut. Selama ini, tambahnya, para agen telah berjuang puluhan tahun demi kepentingan keamanan nasional sehingga perlu diberikan promosi dan penghargaan terhadap pengabdian mereka.
Kepala BIN, menurut Al Araf, juga harus memiliki komitmen dan bebas dari persoalan HAM. Sedangkan Mantan Gubernur DKI Jakarta itu diduga terlibat dalam pembakaran kantor PDIP pada 27 Juli 1996. Saat itu Sutiyoso merupakan Pangdam Jaya.
"Ini akan menimbulkan bias pengangkatan beliau, prinsip utama dan penting dari intelijen adalah netral secara politik. BIN hanya mengabdi dan hanya untuk kepentingan negara bukan untuk kepentingan penguasa dan ini yang harus dibangun dalam kehidupan demokrasi," kata dia.
Al Araf mengatakan rencana parlemen yang akan memanggil KPK dan Komnas HAM untuk memberikan masukan terkait HAM dan persoalan korupsi ini penting, karena berdasarkan Undang-Undang No 17/2011 tentang Intelijen Negara, DPR dapat memberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas calon yang diajukan presiden.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...