Indeks: 29,8 Juta Orang Hidup Dalam Praktik Perbudakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Sebanyak 29,8 juta orang di seluruh dunia hidup sebagai budak di zaman modern. Demikian dilaporkan dalam Global Slavery Index (Indek Perbudakan Global) 2013 yang dikeluarkan Walk Free Foundation yang berbasis di Australia.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa sepuluh negara yang paling parah dalam praktik perbudakan atau pelanggaran terburuk adalah Mauritania, Haiti, Pakistan, India, Nepal, Moldova, Benin, Pantai Gading, Gambia, dan Gabon.
Namun negara dengan jumlah orang yang diperbudak ada di India, yaitu sebanyak 13,95 juta. Urutan kedua hingga kesepuluh adalah China (2,95 juta), Pakistan (2,127 juta), Nigeria (701 ribu), Ethiopia (651 ribu), Russia (516 ribu), Thailand (473 ribu), Congo (462 ribu), Myanmar (384 ribu), dan Bangladesh (343 ribu).
Dalam laporan tersebut, Indonesia berada pada urutan 114 dengan jumlah orang yang hidup sebagai budak sebanyak 5.000 lebih. Sedangkan negara-negara dengan ranking terbaik dalam indeks ini adalah Denmark, Finlandia, Luksemburg, Norwegia, Swedia, Swiss, Selandia Baru, Inggris, Irlandia dan Islandia.
Keuntungan Besar
Indeks perbudakan global yang dirilis Kamis (17/10) itu meliputi 162 negara. Yayasan ini didirikan pada 2012 oleh pengusaha Australia, Andrew Forrest dan istrinya Nicola, dan didedikasikan untuk memerangi perbudakan modern.
Laporan tersebut disusun dengan menggunakan definisi yang luas tentang perbudakan, termasuk orang-orang mengalami jeratan hutang, kawin paksa dan perdagangan manusia, serta anak-anak dieksploitasi.
Banyak orang berpikir bahwa perbudakan sudah dihapus bertahun-tahun yang lalu. Tetapi kenyataannya lebih banyak orang hidup sebagai budak saat ini dibandingkan dengan jumlah total budak dalam perdagangan budak trans-Atlantik dari Afrika ke Amerika pada abad 17 dan 19, kata laporan itu mengutip International Labor Organization (ILO).
Menurut laporan para korban perbudakan bisa dari umur lima atau enam tahun, di mana masa kecil mereka dirampas. Remaja yang ingin kehidupan lebih baik juga dapat tertipu dengan menerima tawaran pekerjaan yang jauh dari tempat asal mereka yang ternyata mengubah mimpi mereka menjadi mimpi buruk perbudakan. Perbudakan adalah masalah generasi kita, dan generasi kita harus memberikan solusi, kata dalam pernyataan Yayasan tersebut.
Menurut catatan Walk Free Foundation, perbudakan modern sangat menguntungkan, bahkan menghasilkan setidaknya US$ 32 miliar atau sekitar Rp 368 triliun setiap tahun darti praktik perbudakan di Islandia, Nikaragua, Rwanda, dan Mongolia digabungkan menjadi satu. Namujn di Negara maju, praktik perbudakan menghasilkan keuntungan sekitar separuh dari angka tersebut.
Penelitian resmi pemerintah Amerka Serikat pernah menyebutkan dan mengidentifikasi bahwa produk berlian dari Afrika, batu bata dari Brazil, dan udang dari Asia Tenggara menggunakan tenaga budak.
Di seluruh dunia, masih terjadi praktik orang dipaksa bekerja dengan ancaman kekerasan dan dibayar hanya sedikit atau tidak dibayar untuk memproduksi puluhan hal yang kita gunakan setiap hari, seperti bola untuk sepak bola, bunga, dan cokelat.
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...