Indonesia Ajak Filipina dan Malaysia Bahas Penyanderaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Republik Indonesia berencana berkoordinasi dengan pemerintah Filipina dan Malaysia guna mengantisipasi terulangnya aksi penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok militan di wilayah perairan ketiga negara tersebut.
Presiden Joko Widodo menyatakan akan bertemu sejumlah petinggi dan aparat penegak hukum dari Filipina dan Malaysia pada pekan ini. Dia mengaku ingin membahas lebih lanjut solusi untuk mengatasi aksi teror dari kelompok militan terhadap para anak buah kapal yang melintasi perairan di ketiga negara.
"Minggu ini kami undang Panglima dan Menteri Luar Negeri Malaysia dan Filipina," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, hari Selasa (26/4).
Menurutnya, tujuan utama pertemuan tersebut diselenggarakan adalah untuk membahas patroli bersama di wilayah perairan ketiga negara yang acapkali dilintasi oleh kapal kelompok militan.
"Patroli untuk memastikan jalur di kawasan itu akan berlangsung aman. Tidak mungkin kejadian seperti ini dibiarkan terus-terusan," kata Jokowi.
Nasib 14 ABK Indonesia?
Lebih jauh, terkait kondisi para anak buah kapal (ABK) Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf, Jokowi mengatakan, pemerintah masih terus berkoordinasi dengan pemerintah Filipina.
Menurutnya, sampai saat ini, kondisi ke-14 sandera asal Indonesia tersebut masih dalam keadaan baik.
Dia pun menyampaikan, proses pembebasan sandera tidak bisa dilakukan terburu-buru. Prosesnya, menurut Jokowi, sulit dan bahkan berisiko tinggi, bisa menyebabkan para sander terbunuh.
"Yang lain saja enam bulan, delapan bulan belum beres. Kemarin sudah ada yang dieksekusi. Tidak segampang itu," kata Jokowi.
Sudah hampir satu bulan berlalu sejak sepuluh WNI yang merupakan awak kapal tongkang Anand 12 dan Brahma12 yang membawa 7 ribu ton batu bara dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan menuju Filipina disandera Abu Sayyaf di Perairan Sulu pada 27 Maret lalu.
Belum selesai kasus tersebut, sebanyak empat orang WNI lainnya juga disandera kelompok Abu Sayyaf lainnya, pada 15 April lalu. Mereka adalah awak kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Crista yang dibajak dalam perjalanan dari Cebu, Filipina menuju Tarakan, Kalimantan Utara.
Sejak tahun 2004, dalam berbagai kasus penyanderaan, baik yang diliput media maupun tidak, proses pembebasan paling cepat adalah tiga bulan. Sebagian besar berlangsung selama enam bulan hingga dua tahun.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...