Instruksi Prabowo Subianto, KPK Tidak Boleh Lemah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Edhy Prabowo, mengatakan Prabowo Subianto–Ketua Umum Partai Gerindra–menginstruksikan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh dilemahkan. Pihaknya akan mendukung rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bila bertujuan untuk penguatan KPK.
"Instruksi Pak Prabowo jelas, tidak boleh lemahkan KPK. Karena itu, apabila revisi UU KPK dalam rangka penguatan KPK, pasti Gerindra dukung," kata Edhy kepada sejumlah wartawan di Gedung Parlemen Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/10).
Menurut dia, pemberantasan korupsi dengan pencegahan merupakan satu rangkaian yang tidak bisa diputus sehingga tidak bisa dipisahkan. Pencegahan merupakan hal utama yang dilakukan KPK. Namun, apabila tidak berhasil, maka dilakukan penyadapan.
"Pencegahan harus prioritas. Dua elemen itu jangan dipisahkan, bukan berarti pemberantasan dikurangi," ujar Edhy.
Dia setuju apabila KPK menjadi institusi pemberantasan korupsi yang kuat dan mandiri, tetapi tidak boleh dijadikan alat tawar-menawar atau bargaining untuk satu kelompok tertentu.
Lebih lanjut, Edhy menilai, untuk menghindari penyalahgunaan wewenang di KPK, tidak ada salahnya apabila ada lembaga lain yang dimintai persetujuannya, khususnya dalam hal penyadapan.
"KPK bukan dewa dan bukan malaikat. KPK menyadap harus izin, apa salahnya," kata politikus Partai Gerindra itu.
Dia pun mencontohkan di negara Amerika Serikat, di mana tidak bisa sebuah institusi langsung menyadap karena harus ada prosedur yang dilewatinya.
Karena itu, menurut Edhy, apabila isi usulan revisi UU KPK memuat penyadapan KPK harus melalui izin pengadilan, itu bagian dari proses hukum.
"Kami posisinya tegas, kuncinya adalah penguatan KPK. Namun, menyadap harus izin pengadilan, maka itu bagian proses hukum," tutur Edhy.
Jokowi Pernah Tolak
Menambahkan, kader Partai Gerindra yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi bidang Hukum DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa, mempertanyakan urgensi menanggapi rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia menilai, saat ini belum ada urgensi merevisi UU KPK, apalagi Presiden Joko Widodo sudah menyatakan sikap tidak setuju dengan revisi tersebut.
"Kalau ini diusulkan oleh DPR RI, masalahnya Presiden Jokowi setuju atau tidak. Kalau tidak, berarti buat apa Gerindra harus bersikap sekarang," kata Desmond.
Dia menceritakan, dulu pemerintah pernah mengusulkan rancangan UU KPK, tapi sudah ditarik. Bahkan, Presiden Jokowi telah menyatakan sikap menolak UU KPK direvisi. Sehingga Desmond mempertanyakan sikap enam fraksi yang getol mengusulkan revisi UU KPK.
"Jika Jokowi menolak, sementara DPR RI mengusulkan, pengesahannya akan seperti apa?" kata dia.
Politikus Partai Gerindra itu juga mengatakan sampai saat ini Fraksi Gerindra masih mengkaji draf RUU KPK yang diajukan Badan Legislatif DPR. Misalnya Pasal 5 dan Pasal 73 yang mengatur pembatasan keberadaan KPK yang hanya sampai 12 tahun. "Fraksi baru akan mengambil sikap setelah RUU tersebut selesai dikaji," tutur Desmond. (Ant)
Editor : Sotyati
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...