IRESS Minta Presiden Menegaskan Kembali Larangan Ekspor Bijih Mineral
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara meminta pemerintah melaksanakan UU Minerba No. 4 tahun 2009 mengenai larangan ekspor biji mineral secara konsisten.
"Selain itu pemerintah juga dapat menuntaskan proses renegosiasi kontrak serta melaksanakan program hilirisasi berjalan sesuai dengan jadwal tanpa relaksasi," kata Marwan Batubara dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/12).
Menurut dia, pemerintah harus tegas dan berani melaksanakan UU Minerba, jangan ragu-ragu demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana yang dikatakan kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM (KESDM) yang mengusulkan toleransi ekspor bijih mineral dengan memberlakukan kenaikan bea keluar atau bea keluar progresif.
"Hal ini membuat kami khawatir dan mengingat pemerintah agar melaksanakan UU Minerba dengan tegas dan benar," kata dia.
Menurut dia, sejumlah pemegang Ijin Usaha Pertambangan/Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUP/IUPK), kontrak kerja (KK) yang diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian (smelting) hasil tambangnya selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan.
"Namun tidak satu pun yang dapat mengalokasikan seluruh produksinya untuk diproses smelter (milik sendiri atau perusahaan lain)," kata dia.
Ia menambahkan, ada 97 perusahaan yang telah melakukan studi kelayakan pembangunan smelter, empat perusahaan dalam tahap konstruksi pabrik dan 15 perusahaan dalam tahap commissioning.
"Jika mereka konsisten dengan perintah UU, maka sebagian besar kontraktor harus mengurangi atau berhenti berproduksi dan tidak diperbolehkan mengekspor bijih atau mineral mentah (ore)," kata dia.
Larangan ekspor biji mineral tersebut, lanjut dia, kemungkinan tidak jadi diberlakukan, karena pemerintah melalui KESDM mengusulkan toleransi ekspor bijih mineral dengan memberlakukan kenaikan bea keluar atau bea keluar progresif, yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah.
KESDM menganggap relaksasi atau toleransi larangan ekspor masih layak diberikan kepada perusahaan yang serius membangun smelter agar gejolak dapat diredam.
"Karena itulah IRESS meminta Presiden SBY untuk menegaskan kembali larangan ekspor bijih mineral yang berlaku 12 Januari 2014," kata dia.
Ia mengatakan, Presiden sebelumnya telah menerbitkan Inpress N0.3/2013 yang konsisten dengan UU Minerba meminta kepada sejumlah menteri dan kepala-kepala daerah untuk melakukan berbagai langkah proaktif, koordinatif dan korektif guna menyukseskan program hilirisasi.
Sementara itu Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah harus berani melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama dari sektor pertambangan.
"Dengan mengoptimilisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan umum, maka pendapatan negara akan meningkat," kata dia.
Terkait pengaruh terhadap larangan ekspor tersebut, menurut dia, dampaknya memang ada, pendapatan akan berkurang, tapi hal itu tidak perlu dipikirkan banyak solusi yang dapat ditempuh.
"Kami yakin pemerintah sudah mempunyai solusi untuk mengatasi hal tersebut," kata dia.
Anggota Komisi I DPR, Candra Tirta Wijaya, pendapatan negara dari sektor pertambangan cukup besar, karena itu pemerintah harus mengelola dengan benar.
"Selama ini sektor pertambangan yang dikelola oleh asing sulit dipantau, bahkan mereka cenderung menyembunyikan hasil produksi yang sebenarnya," kata dia. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...