Israel dan Hizbullah Saling Tembak Setelah Tawaran Gencatan Senjata Gagal
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Israel dan Hizbullah saling tembak pada hari Jumat (27/9) setelah Amerika Serikat dan sekutunya gagal menghentikan bentrokan yang telah menewaskan lebih dari 700 orang di Lebanon pekan ini.
Dengan penolakan menteri-menteri utama Israel terhadap usulan gencatan senjata selama 21 hari, sorotan kini tertuju pada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang akan berpidato di Majelis Umum PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) pada hari itu.
Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam baku tembak lintas batas yang mematikan sejak sekutu Palestina kelompok yang didukung Iran itu, Hamas, menyerang Israel pada 7 Oktober.
Hampir setahun berperang dengan Hamas di Gaza, Israel mengalihkan fokusnya ke garis depan utara dengan Lebanon.
Sejak hari Senin (23/9), pesawat tempur Israel telah membombardir benteng-benteng Hizbullah di seluruh negeri, yang memicu eksodus sekitar 118.000 orang, menurut PBB.
Pada hari Jumat, Kantor Berita Nasional Lebanon mengatakan serangan udara Israel telah meningkat dalam semalam, dan bahwa satu serangan telah menewaskan satu keluarga beranggotakan sembilan orang di Lebanon selatan.
Beberapa jam kemudian, Hizbullah menembakkan roket ke kota Tiberias di Israel utara, dengan mengatakan bahwa mereka menanggapi serangan "biadab" di kota-kota dan desa-desa Lebanon.
Dalam hampir setahun kekerasan, lebih dari 1.500 orang telah tewas di Lebanon, menurut unit manajemen bencana negara itu.
Jumlah korban itu melampaui 1.200 warga sipil yang sebagian besar tewas selama perang tahun 2006 antara Israel dan Hizbullah, yang juga menewaskan sekitar 160 orang di Israel, sebagian besar dari mereka adalah tentara.
Sejak hari Senin saja, lebih dari 700 orang telah tewas di Lebanon, menurut kementerian kesehatan.
"Semuanya runtuh di sekitar kita," kata pengusaha Lebanon Anis Rubeiz, 55 tahun. "Orang-orang lelah secara mental... Saya tidak melihat (harapan) di cakrawala... atau bahkan secercah cahaya."
Baku tembak terjadi setelah Amerika Serikat, Prancis, dan sekutu lainnya mengungkap proposal gencatan senjata, setelah Presiden Joe Biden dan mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron, bertemu di sela-sela Sidang Umum PBB di New York.
Namun Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menolak desakan tersebut, bersumpah untuk terus memerangi militan Hizbullah "sampai kemenangan."
Kantor Netanyahu mengatakan dia "bahkan belum menanggapi" proposal tersebut, dan bahwa dia telah memerintahkan militer "untuk melanjutkan pertempuran dengan kekuatan penuh."
Gedung Putih menyatakan frustrasi atas penolakan tersebut, dengan mengatakan proposal gencatan senjata telah membutuhkan "banyak perhatian dan upaya."
Macron kemudian mengatakan bahwa menolak gencatan senjata merupakan "kesalahan" bagi Netanyahu dan bahwa ia harus bertanggung jawab atas eskalasi regional.
Hizbullah, di sisi lain, belum mengomentari usulan gencatan senjata tersebut.
Netanyahu di New York
Tanpa tanda-tanda berakhirnya pertempuran, Netanyahu dijadwalkan berpidato di hadapan para pemimpin dunia yang menghadiri sidang Majelis Umum PBB yang dimulai pukul 13:00 GMT.
Netanyahu pada hari Rabu (25/9) menegaskan kembali janjinya untuk terus memerangi Hizbullah hingga warga Israel yang mengungsi akibat hampir setahun pertempuran lintas perbatasan dapat kembali ke rumah.
"Kami menyerang Hizbullah dengan pukulan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kami melakukan ini dengan kekuatan penuh, kami melakukan ini dengan tipu daya. Satu hal yang saya janjikan kepada Anda: kami tidak akan beristirahat sampai mereka kembali ke rumah", katanya.
Di New York, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bertemu dengan menteri urusan strategis Israel pada hari Kamis (26/9), dan mengatakan kepadanya bahwa gencatan senjata akan "memungkinkan warga sipil di kedua sisi perbatasan untuk kembali ke rumah mereka."
"Eskalasi konflik lebih lanjut hanya akan membuat tujuan itu semakin sulit," kata juru bicaranya Matthew Miller dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan telah mengamankan paket bantuan baru senilai US$8,7 miliar dari Amerika Serikat untuk mendukung upaya militer negara itu yang sedang berlangsung.
Komandan Hizbullah Terbunuh
Untuk keempat kalinya dalam sepekan, Israel melakukan serangan terhadap benteng Hizbullah di Beirut selatan, menewaskan Mohammed Srur, kepala unit pesawat tak berawak Hizbullah.
Hizbullah mengadakan upacara pemakaman untuk Srur pada hari Jumat (27/9).
Pertempuran Lebanon telah menimbulkan kekhawatiran akan kekacauan yang lebih luas di Timur Tengah, dengan militan yang didukung Iran di seluruh wilayah tersebut bersumpah untuk terus berjuang melawan Israel.
Pada hari Kamis (26/9), militer Israel mengatakan telah mencegat rudal yang ditembakkan dari Yaman.
Pemimpin Houthi Yaman, Abdul Malik al-Houthi, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Kamis bahwa kelompok yang didukung Iran itu "tidak akan ragu untuk mendukung Lebanon dan Hizbullah."
Serangan udara Israel di perbatasan Lebanon dengan Suriah menewaskan lima tentara Suriah, menurut kantor berita negara SANA.
Iran adalah sekutu utama Suriah, di mana ia telah membantu mendukung Presiden Bashar al-Assad sejak dimulainya perang saudara pada tahun 2011.
Iran berjalan di atas tali dengan mendukung Hizbullah tanpa terseret ke dalam konflik besar-besaran dan bermain sesuai keinginan musuhnya. “Iran tidak akan terseret ke dalam perang,” kata Hamid Gholamzadeh, pakar politik yang bermarkas di Iran.
Kunci Gaza
Para diplomat mengatakan upaya untuk mengakhiri perang di Gaza adalah kunci untuk menghentikan pertempuran di Lebanon dan membawa wilayah itu kembali dari ambang perang habis-habisan.
Meskipun upaya mediasi telah dilakukan selama berbulan-bulan, gencatan senjata di Gaza masih sulit dicapai.
Serangan Hamas pada 7 Oktober mengakibatkan kematian 1.205 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP yang didasarkan pada angka resmi Israel yang mencakup sandera yang tewas saat ditawan.
Dari 251 sandera yang ditawan oleh militan, 97 masih ditahan di Gaza, termasuk 33 yang menurut militer Israel telah tewas.
Serangan militer balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 41.534 orang di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, menurut angka yang diberikan oleh kementerian kesehatan wilayah tersebut. PBB menggambarkan angka-angka tersebut sebagai angka yang dapat diandalkan. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...