Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 16:26 WIB | Senin, 23 Desember 2013

Israel Disadap Sekutunya, Amerika Serikat

Jonathan Pollard, warga AS yang menjadi mata-mata Israel. (Foto: cnn.com)

YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM – Pejabat senior Israel pada Minggu (22/12) menuntut Amerika Serikat (AS) menghentikan aksi mata-matanya terkait tersingkapnya tindakan NSA yang menyadap e-mail para pemimpin Israel.

Ini adalah pertama kali para pejabat Israel menyatakan kemarahan sejak detail aksi penyadapan AS terhadap Israel terkuak dalam dokumen yang dibocorkan mantan kontraktor NSA, Edward Snowden. Skandal itu juga memicu lagi seruan untuk pembebasan Jonathan Pollard, mantan analis intelijen AS yang dipenjara di AS selama hampir tiga dekade karena menjadi mata-mata Israel.

“Ini tidak sah,” kata Menteri Intelijen Israel, Yuval Steinitz kepada Radio Israel. Dia menyerukan kedua negara untuk memasuki kesepakatan tentang spionase.

“Tindakan ini membuat malu hubungan antarnegara yang sejatinya adalah sekutu,” kata Menteri Pariwisata, Uzi Landau. “Karena tindakan ini, seharusnya Jonathan Pollard harus dibebaskan.”

Dokumen yang dibocorkan Snowden dan diterbitkan The Guardian, Der Spiegel dan The New York Times pekan lalu mengungkapkan bahwa badan intelijen Inggris GCHQ bekerja dengan NSA pada 2008-2011 telah menargetkan alamat e-mail milik kantor Ehud Olmert (kelak Perdana Menteri Israel) dan Menteri Pertahanan Ehud Barak.

Amir Dan, juru bicara Olmert, tidak menganggap penting bocoran tersebut. Dia mengatakan alamat e-mail yang menjadi target adalah e-mail untuk menanggapi keluhan masyarakat dan tidak digunakan untuk komunikasi sensitif. “Tidak ada kesempatan ada pelanggaran keamanan atau intelijen yang disebabkan dari alamat e-mail ini,” kata Dan.

Barak tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar.

Namun para pejabat teras Israel bekerja dengan asumsi bahwa mereka sedang dipantau. Jadi, mereka menggunakan jalur aman khusus untuk beberapa jenis komunikasi. Dan, untuk hal-hal yang sangat sensitif, isu-isu dibahas hanya dengan cara tatap muka di ruang yang aman.

Meski begitu, para pejabat Israel bereaksi dengan marah seperti biasanya terhadap AS, sekutu terdekat dan paling penting Israel.

Seorang anggota parlemen, Nachman Shai, bidang urusan luar negeri dan komite pertahanan, yang berkaitan dengan masalah-masalah intelijen, mendesak diadakan briefing intelijen pada laporan kegiatan mata-mata tersebut.

Shai meminta pemerintah untuk membuat “laporan lengkap tentang apa yang kita tahu, apa yang telah kita lakukan, dan cara penangkalannya.”

Dia menambahkan bahwa ia “benar-benar terkejut bahwa pemerintah kita, yang sangat mudah responsif pada setiap masalah lainnya, kali ini diam. Ini perilaku yang tidak bijak dan tidak benar.”

Spionase adalah subjek sensitif antara Israel dan Amerika Serikat karena urusan Pollard.

Pollard, mantan analis intelijen sipil AS, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 1987 karena mengirim bahan rahasia kepada Israel. Para pemimpin Israel sering menelepon meminta pembebasannya. Mereka mengatakan hukuman penjara hampir tiga dekade adalah cukup. Tetapi, permintaan Israel itu mendapat tentangan keras dari masyarakat militer dan intelijen Amerika sehingga menghalangi niat presiden Amerika untuk melepaskannya.

Sejak penangkapan Pollard, Israel telah berjanji untuk tidak memata-matai Menteri AS, demikian pihak Israel pada Minggu (22/12) menekankan. Israel juga tidak memata-matai presiden AS atau menteri pertahanan. “Saya pikir kita harus mengharapkan perlakuan  yang sama dari AS,” kata Steinitz.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan reaksi yang lebih tenang, mengatakan bahwa Israel terus menekan untuk pembebasan Pollard. “Permintaan pembebasan terhadap Pollard bukan bersyarat dan tidak terhubung ke peristiwa terbaru, meskipun kami memberikan pendapat kami tentang perkembangan ini,” kata Netanyahu dalam rapat kabinet, mungkin mengacu pada aksi mata-mata AS. (foxnews.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home