Israel Sambut Hangat Kedatangan Pakar Bencana dari Indonesia
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM - Saat Gadi Yarkoni, menyelesaikan ceritanya, ruangan itu mendadak riuh dengan tepuk tangan. Yarkoni, kepala Dewan Daerah Eshkol, bercerita tentang bagaimana ia mempertahankan wilayahnya dari serangan roket Hamas dalam konflik Israel-Gaza tahun 2014. Demi itu, ia sampai kehilangan kedua kakinya.
Yarkoni menceritakan kisah hidupnya di depan sekelompok pakar bencana dan kedaruratan. Para pakar itu mengambil bagian dalam seminar enam hari di Israel. Di antaranya datang dari Indonesia.
"Kami merasa terberkati dengan cerita Anda dan kami akan menceritakannya kembali," kata Victor Rembeth, pakar bencana dan kedaruratan, salah seorang anggota delegasi Indonesia, sebagaimana dilansir oleh The Jerusalem Post, 13 Januari 2016.
Kehadiran pakar dari negara seperti Indonesia, bagi Israel merupakan hal penting. Ini merupakan bagian dari upaya besar mereka untuk membangun interaksi yang lebih kuat dengan negara-negara mayoritas Muslim di luar Timur Tengah.
Kedatangan para pakar dari Indonesia diorganisasikan oleh institusi pendidikan di bawah naungan American Jewish Committee. Pakar bencana dan kedaruratan dari Indoensia tersebut selain mengikuti seminar, juga mengunjungi beberapa tempat di Israel.
Selama ini diakui oleh sebagian peserta, penggambaran tentang Israel kebanyakan negatif oleh media lokal di negara mereka. Itu sebabnya, kesempatan mengunjungi Israel dianggap ebagai pengalaman menarik.
Iswar Abidin, seorang konsultan manajemen bencana dari Jakarta, bercerita, ketika pertama kali mendapat tawaran untuk mengunjungi Israel, reaksinya adalah ini akan menjadi sebuah perjalanan kafir.
"Saya sangat terkejut, tetapi kemudian saya berkata, 'Oke, mari kita kerjakan.' Saya kira ini sesuatu yang baru dan menantang," kata dia.
Hal yang sama dialami oleh Trinirmala Ningrum, sekretaris jenderal National Platform for Disaster Risk Reduction. Selama ini, aku dia, yang didengarnya tentang Israel adalah perang. Hal yang sama diakui juga oleh partisipan dari Indonesia lainnya, yang mayoritas Muslim.
Dengan lucu dan penuh humor, mereka bercerita terpaksa bertanya kepada 'profesor Google' untuk mengetahui apa itu Israel dan Judaisme secara umum. Pengetahuan mereka tentang Yudaisme terbatas pada berita tentang konflik Israel-Palestina.
Kehadiran partisipan dari Indonesia tidak terlepas dari upaya Rembeth. Sebagai manajer nasional Disaster Resource Partnership Indonesia, ia mengundang sejumlah rekannya dari berbagai profesi kedaruratan dan penanganan bencana untuk turut.
Banyak di antara mereka yang menolak. Namun, menurut Rembeth, pendekatan 'manusia dengan manusia' seperti ini berpotensi membawa perubahan dalam hubungan Israel dan Indonesia.
Asisten Direktur AJC Asia-Pacific Institute, Nissim Reuben, turut mendampingi delegasi Indonesia. Dalam hemat dia, Asia merupakan tantangan baru bagi Isral dan komunitas global Yahudi. Menurut dia, mereka tidak memiliki beban anti-Semitisme seperti yang ada pada beberapa negara Eropa.
Sebagian besar negara tersebut mendapatkan keuntungan dari keahlian Israel di bidang pertanian, pengelolaan air, pengelolaan tanah dan mitigasi bencana.
Seusai mengikuti seminar, partisipan mengakui mendapat pemahaman yang baru dan berbeda tentang Israel. Muhammad Ali Yusuf, ketua Istitut Manajemen Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama, mengatakan dirinya berharap dapat menyelenggarakan sebuah acara di mana ia dapat memaparkan bagaimana penanganan bencana dan kedaruratan di Indonesia di hadapan audiens Israel.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...