Israel Tuntut Palestina Akui Negara Yahudi
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Selasa (4/3) secara langsung mendesak Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan "meninggalkan fantasi" membanjiri Israel dengan pengungsi.
Tetapi keterangannya memicu reaksi sengit dari pihak Palestina yang mengecam tuntutannya dan mengatakan hal itu secara efektif akan mengakhiri pembicaraan perdamaian yang dipimpin Amerika Serikat.
Netanyahu, yang berpidato di depan peserta konferensi tahunan AIPAC, mengatakan dia siap membuat "perdamaian bersejarah" tetapi tidak tanpa penerimaan Palestina terkait soal negara Yahudi itu.
"Sudah saatnya pihak Palestina berhenti meniadakan sejarah," kata dia. Ia mengingatkan kembali masalah utama ketaksepakatan dalam pembicaraan perdamaian, yang diadakan selama tujuh bulan terakhir.
"Presiden Abbas: akuilah negara Yahudi dan lakukanlah, Anda akan beritahu rakyat Anda ... melepaskan fantasi membanjiri Israel dengan pengungsi," kata dia.
Netanyahu menyatakan jika saja pihak Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, konflik akan berakhir.
Bagi pihak Palestina, isu itu berkelindan dengan nasib para pengungsinya yang dipaksa keluar dari rumah-rumah mereka atau melarikan diri pada 1948, ketika Israel menjadi sebuah negara. Mereka melihat tuntutan Netanyahu sebagai cara untuk mengesampingkan solusi yang dirundingkan atas masalah pengungsi.
Netanyahu juga menegaskan tuntutan Israel untuk mempertahankan kehadiran militer di sepanjang Lembah Jordan dalam perjanjian masa depan dengan mengatakan dia tidak akan meyerahkan keamanan kepada pasukan pemelihara perdamaian asing.
"Jika kami mencapai satu perjanjian dengan pihak Palestina ... perdamaian akan diserang terus-menerus" oleh kelompok-kelompok seperti Hizbullah dari Lebanon, gerakan Hamas -yang menguasai Jalur Gaza dan para anggota dari al Qaeda.
"Pengalaman telah menujukkan bahwa pasukan pemelihara perdamaian asing, hanya memelihara perdamaian kalau ada perdamaian, tetapi kalau terjadi serangan-serangan, pasukan itu akhirnya kembali ke negara mereka ... satu-satunya pasukan yang dapat diandalkan untuk membela perdamaian ... ialah tentara Israel," kata dia.
Kata-katanya itu mengundang tanggapan segera dari Ramallah.
Pejabat senior Palestian Nabil Shaath mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tuntutan Netanyahu bagi pengakuan seperti itu, dan sikapnya untuk terus mempertahankan tentara Israel di negara Palestina masa depan "sama sekali ditolak".
Pidato Netanyahu sama dengan "pengumuman resmi secara sepihak mengakhiri perundingan-perundingan", kata dia.
Israel telah berulang-ulang menyatakan tak akan ada perjanjian perdamaian tanpa menyelesaiakan isu pengakuan dan satu klausul yang berhubungan dengan ini telah dimasukkan dalam proposal kerangka kerja Menlu AS John Kerry yang belum dipublikasikan.
Tetapi pihak Palestina telah menolaknya dan memasukkan klausul tersebut "tak bisa diterima".
Para perunding Palestina tiba di Washington Senin malam jelang perundingan lanjutan menjelang kunjungan Presiden Mahmud Abbas ke Gedung Putih pada 17 Maret.
Para pejabat AS dan Israel tak mau membuka suara mengenai substansi pertemuan Senin, dengan juru bicaea Gedung Putih Jay Carney menolak mengatakan apakah Netanyahu telah sepakat atau tidak menerima kerangka kerja AS.
"Kami terus bekerja secara erat dengan pihak Palestina dan Israel mengenai kerangka kerja bagi perundingan," kata Carney. (AFP)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...