Jaksa Agung Venezuela Selidiki Penunjukan Juan Guaido
CARACAS, SATUHARAPAN.COM - Jaksa Agung Venezuela mengatakan telah melakukan penyelidikan terhadap penunjukan dewan direktur transisi perusahaan minyak negara itu oleh Juan Guaido.
Jaksa Agung Tarek William Saab, hari Kamis (14/2) mengatakan penunjukan Guaido merupakan bagian dari perebutan kekuasaan secara ilegal.
Guaido bulan lalu menyatakan bahwa sebagai pemimpin Majelis Nasional ia memiliki hak konstitusional untuk menjadi presiden sementara. Ia mendapat dukungan dari Amerika dan sekitar 60 negara lain, yang mendorong Presiden Nicolas Maduro untuk mundur.
Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab. (Foto: VOA)
Saab mengatakan sedang menyelidiki anggota-anggota dewan yang ditunjuk untuk mengawasi PDVSA, dan juga Citgo – anak perusahan yang berkantor di Houston. Saab menyebut penunjukan Guaido dan Majelis Nasional itu sebuah “sirkus.”
Guaido juga telah menunjuk beberapa duta besar, termasuk perwakilan di PBB.
Sementara itu dalam pidato untuk mendukung Juan Guaido yang akan disampaikan hari Senin (18/2), Presiden Amerika Donald Trump akan mengingatkan tentang “bahaya sosialisme.”
Gedung Putih mengatakan Trump akan terbang ke Florida International University di Miami untuk mengkritisi pemerintah Presiden Nicolas Maduro dan kebijakan-kebijakan sosialisnya.
Pemimpin Gerakan Kemerdekaan Catalonia Mulai Diadili
Sementara itu, 12 orang pemimpin gerakan kemerdekaan Catalonia sedang diadili atas tuduhan pemberontakan dan penghasutan. Jaksa membacakan tuntutannya hari Rabu (13/2).
Jaksa Javier Zaragosa mengatakan, “Dalih kegiatan politik tidak bisa dipakai untuk membenarkan pengerahan massa guna melawan hukum dan keputusan hakim.”
Tapi pengacara para terdakwa mengatakan, yang dipertaruhkan dalam hal mini adalah demokrasi itu sendiri.
Kata pengacara Olivier Peter: “Ini adalah pengadilan politik, karena tuduhannya didasarkan pada kenyataan politik dan bukannya kenyataan kriminal. Dalam demokrasi, referendum tidak bisa dinyatakan sebagai kejahatan.”
Para pendukung terdakwa yang berkumpul diluar gedung pengadilan menyerukan dibebaskannya orang-orang yang mereka sebut sebagai tahanan politik.
Tapi tidak jauh dari tempat itu, dipisahkan oleh barisan polisi, kelompok-kelompok anti kemerdekaan meneriakkan kata-kata “teroris” dan menuntut hukuman penjara maksimum bagi para terdakwa. Ke-12 orang terdakwa itu termasuk beberapa politikus dan pemimpin masyarakat.
Profesor Hukum Konstitusi Ernesto Pascual mengatakan, “Putusan pengadilan haruslah dibuat berdasarkan apakah ada aksi kekerasan atau tidak, yang dilakukan oleh para terdakwa.”
Referendum itu diadakan bulan Oktober tahun 2017. Polisi berusaha mencegah orang memberikan suara dan menyita surat-surat suara, yang mengakibatkan protes dan kekerasan.
Beberapa minggu kemudian para pemimpin Catalan menyatakan kemerdekaan dari Spanyol. Pemerintah menyatakan referendum itu tidak sah dan mengambil-alih pemerintahan di kawasan yang tadinya punya otonomi terbatas. Sejumlah pemimpin gerakan kemerdekaan ditangkap dan mantan presiden Carlos Puigdemont melarikan diri ke Belgia.
Pemilihan regional yang diadakan kemudian tidak berhasil mengakhiri konflik, dan kini, kemungkinan adanya pemilihan umum dini kembali menghangatkan debat politik.
Kata Camino Mortera-Martinez, pejabat Center for European Union: “Kita melihat adanya kebangkitan dan diskusi tentang apa yang disebut sebagai identitas bangsa Spanyol, dan apa artinya bagi para penduduk di kawasan Catalan. Ini penting karena saat ini kelompok-kelompok sayap kanan telah memutuskan untuk memanfaatkan isu identitas sebagai motor gerakan mereka.”
Partai ekstrim kanan Vox telah mendapat tambahan suara bagi gerakan yang menentang kemerdekaan Catalan. Para analis mengatakan, pengadilan yang sedang berlangsung itu tidak akan menyelesaikan krisis politik.
Kalau para terdakwa divonis bersalah, akan terjadi perpecahan yang lebih dalam, tapi kalau mereka dinyatakan tidak bersalah, para separatis itu akan terdorong untuk mencoba lagi mengusahakan kemerdekaan. (VOA)
Lebanon Usir Pulang 70 Perwira dan Tentara ke Suriah
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Lebanon mengusir sekitar 70 perwira dan tentara Suriah pada hari Sabtu (27/1...