Jamkesmas Tak Berlaku, Pasien Terlantar di Rumah Sakit
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rabu (12/2) siang di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Daerah Istimewa Yogyakarta timbul kericuhan kecil. Kericuhan bermula ketika seorang ibu datang ke kantor BPJS untuk mencari keterangan tentang penolakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) oleh salah satu rumah sakit di Kabupaten Bantul.
Menurut informasi yang dihimpun satuharapan.com di lokasi kejadian, ibu yang enggan disebutkan namanya ini pada awalnya melakukan pengobatan terhadap salah satu anggota keluarnya di sebuah rumah sakit di Bantul. Namun, ketika sang ibu menunjukkan kartu Jamkesmas miliknya, pihak rumah sakit menyatakan bahwa kartu tersebut tak berlaku lagi karena seharusnya digantikan oleh BPJS.
Sang ibu lantas ke kantor BPJS yang berlokasi di Jalan Gedong Kuning No. 130 A, Yogyakarta untuk melakukan pergantian kartu Jamkesmas dengan BPJS. Namun, petugas yang ditemui di kantor tersebut menyatakan bahwa karena kartu Jamkesmas yang dimiliki oleh sang ibu masih berlaku, maka BPJS tidak dapat melakukan pergantian kartu alias tidak bisa dilayani. Sang ibu mencoba menjelaskan bahwa saudaranya telah ada di rumah sakit dan butuh biaya pengobatan. Namun apa lacur, sistem yang belum beres membuat pelayanan pergantian kartu tak bisa segera dilakukan. Hasilnya, pasien yang terlanjur dirawat di rumah sakit menjadi terlantar karena pihak keluarga tak mampu membayar biaya pengobatan.
Kasus serupa juga menimpa peserta Jamkesmas lainnya. Seorang ibu yang mengaku berasal dari wilayah Wirobrajan, Yogyakarta juga menjelaskan kepada satuharapan.com. “Saya sudah membawa semua persyaratan untuk mengganti kartu Jamkesmas saya menjadi BPJS. Namun ketika sudah sampai di meja petugas, saya ditanya, ‘apakah kartu Jamkesmasnya masih berlaku?’ saya jawab, masih berlaku. Petugasnya cuma bilang, ‘kalau masih berlaku maka belum bisa diproses menjadi BPJS’. Sekarang saya bingung mas, bagaimana kalau saya sakit dan kartu Jamkesmas saya tidak diakui oleh rumah sakit”.
Persoalan pergantian kartu ini sebenarnya bisa diatasi dengan cara membuat kartu BPJS baru. Namun, solusi ini ditolak oleh sang ibu. “Kalau bikin baru kan nanti bayar. Ngga mau mas. Kalau Jamkesmas kan gratis,” demikian disampaikan sang ibu berkerudung warna merah ini. Satuharapan.com mencoba mengonfirmasikan kasus ini kepada Kepala Cabang BPJS DIY, Doni Hendrawan, namun yang bersangkutan saat ini sedang berada di Jakarta dan tidak bisa dihubungi.
Kekisruhan terkait pergantian dari Askes dan Jamkesmas menjadi BPJS tampaknya akan terus terjadi mengingat sistem konversinya belum jelas. Masyarakat tentu sangat keberatan jika pemegang kartu Jamkesmas harus dikategorikan sebagai peserta baru ketika konversi terhadap BPJS diberlakukan. Pasalnya, jika selama ini masyarakat pengguna Jamkesmas diberlakukan biaya gratis untuk pengobatan tertentu, namun tidak demikian halnya jika pemegang BPJS adalah peserta baru. Mereka yang dikategorikan sebagai pengguna BPJS peserta mandiri setiap bulan wajib menyetor biaya sebesar Rp. 25.500,- untuk kelas III, Rp. 42.500,- untuk kelas II, dan Rp. 59.500,- untuk kelas I. Iuran wajib seperti inilah yang ditolak oleh masyarakat.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2014, kartu BPJS telah resmi diberlakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, seluruh pemegang kartu Askes dan Jamkesmas wajib mengganti kartu Askes atau Jamkesmas menjadi BPJS. Pemerintah memberi alokasi pergantian kartu selama 3 bulan (Januari – Maret 2014).
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...