Jangan Takut Hidup dengan Hepatitis
TIONGKOK, SATUHARAPAN.COM - Dr Zhang adalah seorang dokter desa di provinsi Henan di Tiongkok Tengah, mengetahui akibat buruk dari penyakit hepatitis. Ayahnya meninggal karena kanker hati, kemungkinan besar disebabkan oleh hepatitis. Dr Zhang sendiri lahir sebelum tersedianya vaksinasi hepatitis B dan tidak diimunisasi, baik pada saat lahir hingga anak-anak.
Bayi yang terinfeksi pada saat lahir, seperti Dr Zhang, mungkin memiliki risiko yang jauh lebih besar, dan seumur hidup dapat menderita penyakit hati kronis. Organisasi Kesehatan Dunia sekarang merekomendasikan semua anak divaksinasi dalam waktu 24 jam setelah lahir, dilanjutkan dengan 1-2 dosis lebih dalam 12 bulan pertama kehidupan.
Dr Zhang terdiagnosis penyakit ini, ketika usianya memasuki masa dewasa dan menjadi sakit parah. Untungnya, ia mampu melakukan perjalanan ke Beijing untuk mendapat perawatan medis yang baik, termasuk pengobatan antivirus entecavir. Setelah pengobatan, fungsi hati Dr Zhang kembali normal, dan sekarang dalam kesehatan yang baik.
Virus hepatitis adalah penyakit yang berbahaya dan menjadi ancaman kesehatan masyarakat global. Ini adalah penyebab utama sirosis hati atau kanker hati. Di Tiongkok, ada sekitar 90 juta orang yang hidup dengan hepatitis B kronis, dan hampir 10 juta orang yang hidup dengan hepatitis C, Jumlah kasus hepatitis kronis di Tiongkok mencapai 25 persen dari seluruh kasus penyakit ini di dunia.
"Saya memberitahu ibu hamil, mereka harus memvaksinasi bayi mereka. Saya memberitahu orang dewasa yang tidak divaksinasi untuk diuji. Dan saya memberitahu orang-orang yang saya tahu memiliki hepatitis B: jangan takut. Hepatitis B dapat diobati, "kata Dr Zhang.
Dr Zhang ingin orang lain tahu, mereka dapat hidup dengan infeksi hepatitis B kronis dan masih hidup sehat dan produktif.
Selama 25 tahun terakhir, Tiongkok telah mencapai sukses yang luar biasa dengan program vaksinasi hepatitis B nya. Data baru menunjukkan, anak di bawah usia 15 tahun di Tiongkok, hanya hampir 1 persen yang terinfeksi hepatitis B, penurunan lebih dari 90 persen dibandingkan dengan era pra-vaksinasi.
"Hal ini membuat Tiongkok, hampir sepenuhnya bebas hepatitis B dan secara drastis mengurangi kemungkinan mereka mengalami sirosis hati atau kanker hati di kemudian hari. Ini merupakan prestasi kesehatan masyarakat yang luar biasa," kata Dr Bernhard Schwartlander, perwakilan badan kesehatan dunia WHO di Tiongkok.
Kini yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengobatan untuk hepatitis di Tiongkok, dari sekitar 100 juta orang dewasa yang hidup dengan hepatitis B atau C di Tiongkok. Sementara puluhan juta sangat membutuhkan perawatan, tetapi tidak dapat mengaksesnya.
Sulitnya menjangkau pengobatan di Tiongkok karena obat-obatan yang tersedia, sangat mahal. Tidak adanya program kesehatan masyarakat yang menyediakan akses bersubsidi dan tidak semua skema asuransi kesehatan untuk mengganti biaya pengobatan.
Diperkirakan ada 28 juta orang yang membutuhkan pengobatan untuk hepatitis B di Tiongkok, dan 7 juta di antaranya dianggap memiliki prioritas tinggi, karena mereka sudah mengalami penyakit hati tahap lanjut.
Hepatitis C dapat sepenuhnya disembuhkan dengan yang pengobatan baru yang sangat efektif yakni Direct Acting Antivirals (DAAS), tetapi obat ini tidak tersedia di Tiongkok, karena pendaftaran dan persetujuan obat itu membutuhkan proses yang sangat panjang.
Pengobatan standar yang saat ini tersedia di Tiongkok kurang efektif, lebih mahal, membutuhkan beberapa suntikan, dan menghasilkan efek samping yang lebih. Saat ini diperkirakan 2,5 juta orang di negeri ini yang sangat membutuhkan pengobatan untuk hepatitis C.
WHO bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok ,untuk meningkatkan akses pengobatan untuk orang yang hidup dengan baik hepatitis B dan C.
"Investasi diperlukan untuk pengobatan hepatitis dan tersedia untuk semua orang yang membutuhkannya, melalui subsidi, sehingga dapat terhindar dari penyakit kanker yang menyebabkan kematian," kata Dr Schwartlander.
"Ada juga kebutuhan mendesak untuk menyediakan obat hepatitis C dengan biaya yang terjangkau di Tiongkok, registrasi obat dan proses persetujuan harus dipercepat," kata Dr Schwartlander.
WHO mendorong perubahan melalui upaya terkoordinasi untuk meningkatkan pemahaman tentang pola penyakit, mencegah penularan, untuk pengobatan yang efektif, termasuk tingginya harga obat-obatan. (who.org)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...