Jeb Bush Hadapi Pertanyaan tentang Rekor Saudaranya di Masa Lalu
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Salah satu tantangan bagi calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Jeb Bush, adalah pertanyaan terkait keputusan saudaranya George W. Bush tentang serangan Irak beberapa tahun silam.
International Business Time mencatat, mantan Gubernur Florida ini pernah menjawab pertanyaan seorang wartawan. Ia membela keputusan saudaranya itu dan akan membuat keputusan yang sama bila ia berada pada posisi kakaknya.
Namun, kemudian Jeb Bush berkilah bahwa ia salah paham tentang pertanyaan itu, dengan menjawab akan memetik pelajaran dari keputusan George W. Bush dan tidak akan lagi menyerang Irak.
Selain Jeb Bush, kandidat calon presiden AS lainnya untuk pemilu 2016 mendatang yang berasal dari keluarga presiden AS terdahulu, adalah Hillary Clinton. Hillary Clinton juga ditantang untuk tidak terpengaruh oleh kebijakan pemerintahan suaminya, Bill Clinton, dan pemerintahan Barack Obama saat ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS selama 4 tahun.
Jeb Bush mengaku telah berusaha membuat jarak antara dirinya dan presiden Bush sebelumnya. "Saya mencintai ayah saya, George H.W. Bush dan saudara saya, George W. Bush. Saya mengagumi bakti mereka kepada bangsa dan keputusan sulit yang harus mereka buat. Namun, saya tetaplah Jeb Bush. Pandangan saya dibentuk oleh pemikiran dan pengalaman saya sendiri," katanya pada Februari lalu.
Berikut ini empat bidang yang harus disiapkan para kandidat saat pencalonan Presiden AS pada 2016 mendatang.
Perang Irak
Perang di Irak dan Afghanistan mungkin menjadi warisan pemerintahan George W. Bush. Opini publik telah bergeser. Sebuah jajak pendapat Gallup pada 2014 menemukan bahwa 57 persen dari mereka yang disurvei, saat ini berpikir bahwa perang Irak adalah sebuah kesalahan, dibandingkan dengan hanya 39 persen yang tidak.
Terkait munculnya kelompok Negara Islam di Irak dan Surih (ISIS), para kandidat, baik Jeb Bush dan Hillary Clinton, pasti akan ditanya tentang kebijaksanaan perang, tentang politik Timur Tengah, dan ketika AS harus menggunakan diplomasi atau tindakan militer. Terutama bagi Bush, ia dinilai harus mempersiapkan jawaban yang tepat.
Rusia dan Vladimir Putin
Saat George W. Bush menjabat sebagai Presiden Gedung Putih, salah satu rekan kerjanya di Rusia adalah Vladimir Putin. "Saya melihat dia seorang laki-laki. Menurut saya ia sangat bersahaja dan dapat dipercaya. Kami memiliki komunikasi yang sangat baik," kata George W. Bush pada 2001, menurut BBC News.
"Saya bisa merasakan jiwanya. Dia pria yang sangat berkomitmen untuk negara dan kepentingan negaranya, dan saya sangat menghargai dialog yang jujur. Itulah awal dari hubungan yang sangat konstruktif," lanjutnya.
Akan tetapi, seiring dengan nasionalisme Putin yang semakin agresif dan sengketa dengan Ukraina, Partai Republik AS seperti menguji Obama karena dianggap lemah dalam berurusan dengan pemimpin Rusia. Jika Jeb Bush tidak bisa membuat jarak antara dirinya dengan Putin, dia akan rentan terhadap serangan dari partainya sendiri.
Badai Katrina
Tahun ini akan menandai peringatan 20 tahun badai Katrina, sekaligus mengingatkan kembali pada proses evakuasi dan pembangunan di wilayah New Orlenas yang rusak berat akibat bencana dahsyat tersebut.
Banyak yang mengkritik pemerintah George W. Bush saat itu tidak tanggap terhadap bencana. Ribuan warga New Orleans makin putus asa menunggu bantuan yang tak kunjung datang. Akibatnya kerusuhan terjadi dan kepolisian setempat sudah tidak sanggup lagi mengendalikan keamanan dan ketertiban.
Terkait dengan hal tersebut, Jeb Bush harus menemukan cara untuk meyakinkan para pemilih bahwa dia peduli terhadap badai Katrina, ikon gagalnya respon AS terhadap bencana alam, sekaligus tanpa menimbulkan kesan tidak loyal atau tidak menghormati kinerja saudaranya.
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...