Jejak Bencana Chernobyl Masih Ditemukan pada Pohon Pinus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hari Jumat (9/8) lalu masyarakat dunia mengingat dijatuhkannya bom atom di kota Nagasaki, Jepang dalam penghujung Perang Dunia II. Hal itu mengingatkan betapa bahaya senjata nuklir berakibat begitu panjang.
Sebuah studi juga mengungkapkan bahwa paparan radiasi dari kecelakaan di Chernobyl, Rusia pada 1986 juga meninggalkan jejak pada pohon-pohon di daerah itu. Akibatnya bahkan masih terus terjadi setelah 27 tahun bencana itu.
Sementara itu, kebocoran radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima, Jepang Maret 2011 lalu, kemungkinan mengancam sekitar 2.000 karyawan yang terpapar dengan kemungkinan menderita kanker tiroid.
Radiasi Menghambat Pertumbuhan Pohon
Para peneliti telah menyelidiki jejak radiasi di Chernobyl. Mereka mengatakan bahwa efek terburuk dicatat dalam beberapa tahun pertama terjadinya bencana, tetapi pohon-pohon yang tersisa di sana rentan terhadap tekanan lingkungan, seperti kekeringan.
Para peneliti menyebutkan bahwa akibat radiasi, banyak pohon yang terhambat pertumbuhannya, bahkan jenis pohon pinus banyak yang tumbuh bengkok. Namun efek lebih jauh dari radiasi ini masih harus diselidiki.
Mereka menambahkan bahwa pohon muda tampaknya sangat terpengaruh oleh radiasi yang terjadi. Demikian disampaikan peneliti tentang studi pertama untuk melihat dampak bencana Chernobyl pada skala lansekap.
"Hasil lapangan kami menunjukkan konsisten dengan temuan sebelumnya yang didasarkan pada ukuran sampel yang lebih kecil," kata salah satu Tim Mousseau dari University of South Carolina, Amerika Serikat.
"Mereka juga konsisten dengan banyak laporan dari dampak genetik untuk pohon-pohon ini," katanya. "Banyak pohon menunjukkan bentuk pertumbuhan abnormal yang tinggi. Hal itu mencerminkan efek dari mutasi dan kematian sel akibat paparan radiasi."
Prof. Mousseau telah melakukan studi lapangan sejak tahun 1999 dalam kawasan 30 km persegi itu yang merupakan zona eksklusi sekitar lokasi dari ledakan tahun 1986. Dia mengatakan itu adalah pertama kalinya dilakukan studi terhadap lebih dari 100 pohon pinus scots(Pinus sylvestris) di 12 lokasi.
"Ada satu penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya tetapi hanya melihat total sembilan pohon dan terutama tertarik pada struktur kayu, bukan pertumbuhan," katanya.
"Studi lain dilakukan pada 1950-an tapi itu untuk pohon yang berbeda di Amerika Serikat dan menggunakan sumber eksternal gamma tunggal pada atas tanah untuk menunjukkan efek jumlah pertumbuhan yang sangat terbatas pada pohon."
Untuk studi ini, tim mengambil sampel inti dari pohon pinus Skotlandia untuk sejumlah alasan. Spesies ini ditemukan di seluruh Eropa dan juga tersebar di wilayah Chernobyl, dan mempunyai nilai ekonomi tinggi.
"Bahkan, salah satu pengamatan ekologi pertama di Chernobyl adalah kematian yang disebut hutan merah. Pinus berdiri ini dengan sangat cepat mati dan berubah merah setelah bencana"
Lingkaran pohon pinus Skotlandia 'juga lebih mudah untuk dibaca daripada spesies lain, seperti birch yang ditemukan di daerah penelitian, jelasnya.
Prof Mousseau dan timnya berharap untuk menindaklanjuti penelitian ini dengan melakukan pekerjaan serupa di wilayah Fukushima di Jepang, di mana kayu juga memiliki kepentingan ekonomi yang cukup besar dan pohon-pohon pinus tersebar luas.
"Berdasarkan pengamatan di lapangan kita yang terbatas di daerah yang paling terkontaminasi dari prefektur Fukushima, ada banyak pohon mati seperti yang terlihat di Chernobyl," katanya.(ria.ru dan sumber lain)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...