Jelang Imlek, Sekretaris Rohaniwan Matakin Terkenang Gus Dur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Budi Tanuwibowo sedikit bernostalgia bahwa kepala negara selalu hadir saat perayaan Imlek di Indonesia, termasuk mantan Presiden Indonesia yang pertama kali mengizinkan Imlek dirayakan, K.H. Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur.
“Saya ingat waktu itu saya jadi ketua panitia Imlek Nasional yang pertama, waktu itu Gus Dur menjabat presiden,” kata Budi kepada satuharapan.com di kantor kerjanya, PT Aditya Sarana Graha, Jl. Mampang Prapatan Raya no 97, Jakarta Selatan, hari Senin (11/1).
“Waktu Gus Dur kan diangkat presiden pada 1999, terus dia hadir di Imlek Pertama di JHCC (Jakarta Hilton Convention Center) 17 Februari 2000, waktu itu saya masih sekjen MATAKIN,” dia menambahkan.
Perayaan Imlek Nasional, kata dia, adalah perayaaan Imlek yang melibatkan seluruh pengurus penganut Khonghucu dari seluruh Indonesia dan presiden hadir sebagai representasi dari negara.
“Saya ingat Gus Dur dua kali datang, kemudian Megawati (mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, red) tiga kali datang, dan SBY (mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, red) sepuluh kali datang,” dia menambahkan.
Dalam kesempatan yang sama Budi menjelaskan beberapa hal penting berkaitan dengan ritual penting yang dilakukan pemeluk Khong Hu Cu yang merayakan Imlek, yakni mencuci patung. Dia menjelaskan biasanya patung sebelum diarak, patung itu dimandikan dulu di klenteng pakai air kembang atau yang dekat dengan laut, memakai air laut.
“Misalnya di Tegal, rupang—patung dewa yang bersemadi&mndash;dimandikan di laut atau disebut Kim Shin. Ada beberapa jenis patung yang dimandikan, yang pertama para suci atau para malaikat Ho Tek Ceng Sing (malaikat bumi) ini adalah malaikat yang diwujudkan dalam malaikat,”
Kemudian, kata Budi, yang biasa dimandikan dan diarak adalah tokoh nabi dalam kepercayaan Ru Jiao atau agama Kong Hu Chu. “Berikutnya adalah tokoh spiritual, entah manusia atau dewa,” kata dia.
“Yang terakhir adalah tokoh sejarah, salah satu contohnya adalah tokoh sejarah lokal seperti Kwee Lak Wa dibikinkan patungnya, tapi itu tidak untuk disembah-sembah karena untuk dibuat dan dimandikan itu sebagai bentuk penghormatan karena baktinya,” dia menjelaskan.
Dia menjelaskan Beberapa sejarawan menganggap Kwee sebagai salah satu tokoh pejuang etnis Tionghoa melawan penjajah Belanda.
Awalnya pasukan Kwee bergerilya di Batavia (kini Jakarta), Budi menjelaskan, namun lama kelamaan mengungsi hingga ke Tegal.
“Sekarang karena dia tokoh yang disakralkan masyarakat setempat maka patungnya dimandikan di laut, karena dimandikan di laut (Laut Utara sekitar Kabupaten Tegal, red), maka panen ikan banyak, dan nelayan ikut memikul dan menyumbang,” dia menambahkan.
“Intinya begini Mas, kalau penghormatan ke orangtua kita, kan orang Khong Fu Zi akan memajang foto dan didoakan dengan dupa, tapi kalau tokoh masyarakat akan dibuatkan patung, dan patung itu bukan berhala, lho,” dia menambahkan.
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Pada Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara terbuka sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...