Jerat Utang RAPBN 2017
Meskipun terlilit utang, pemerintah tidak menurunkan belanjanya (-1%) lebih besar daripada pendapatannya (-3%). Dengan perkataan lain, pemerintah akan terus menerus terlilit utang, tidak tahu kapan akan terhenti, mungkin selama-lamanya.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya diumumkan pada pidato presiden dalam siding tahunan MPR menjelang hari ulang tahun Republik Indonesia 17 Agustus. Tahun ini RAPBN 2017 dibacakan pada Senin 16 Agustus 2016. Informasi tersebut secara sangat lengkap (449 halaman) dapat diunduh pada situs ditjen anggaran kementerian keuangan. Penyusunan RAPBN 2017 tentu saja sudah dilakukan sejak lama, sebelum Sri Mulyani diangkat kembali sebagai menterikeuangan.
Postur RAPBN 2017 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena adanya shock kebijakan fiscal tax amnesty di semester II 2016, yang merupakan kebijakan menteri keuangan sebelumnya yaitu Bambang Brodjonegoro. Ditambah lagi wacana tax haven yang disampaikan Presiden Jokowi menjelang terbitnya RAPBN 2017, memberikan warna tersendiri bagi postur RAPBN 2017.
Kebijakan tax amnesty dan tax haven menjanjikan tersedianya anggaran yang lebih besar untuk tahun 2017. Namun jika memperhatikan postur RAPBN 2017, terdapat pesimisme dari keberhasilan tax amnesty di tahun 2016. Hal ini dapat terlihat dari penurunan yang cukup besar dari total pendapatan negara pada RAPBN 2017 dibandingkan dengan APBNP 2016, yaitu sebesar Rp 48,6 triliun atau sekitar 2%. Kritik Sri Mulyani sebelum menjabat sebagai menteri keuangan yang mengatakan bahwa APBN 2016 terlalu ambisius dan tidak realistis, tercermin dari postur RAPBN 2017.
Di samping penurunan pendapatan negara, hal utama dalam RAPBN 2017 adalah keseimbangan primer. Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan primer adalah sebesar Rp. 111,4 triliun, sedangkan defisit anggaran adalah sebesar Rp. 332,8 triliun. Artinya pembayaran bunga adalah sebesar Rp 221,4 triliun. Pembiayaan utang sendiri sebesar Rp 389 triliun. Artinya 57 persen utang yang akan dilakukan pada tahun 2017, adalah untuk membayar bunga utang yang telah dilakukan pada masa yang lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri mengakui bahwa postur RAPBN ini sangat tidak sehat. Jika kita analogikan dengan keuangan rumah tangga, Indonesia ibarat rumah tangga yang terlibat utang kartu kredit. Banyak rumah tangga yang memiliki beberapa kartu kredit. Kartu kredit yang masih memiliki limit kredit digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit yang telah habis limit atau melampaui limitnya. Aktivitas rumah tangga akan terganggu dengan kehadiran debt collector. Kepala keluarga mencari uang semata-mata hanya untuk membayar utang. Inilah yang terjadi dengan Indonesia. Keringat kerja keras rakyat yang membayar pajak, digunakan hanya untuk membayar bunga pinjaman.
Postur RAPBN 2017 menunjukkan pesimisme pemerintah mengejar wajib pajak dengan menurunnya target penerimaan pajak 3 persen atau Rp 48 triliun. Dengan perkataan lain pemerintah sendiri yang pesimis terhadap keberhasilan tax amnesty. Dana tebusan yang ditargetkan senilai Rp 165 triliun mungkin tidak tercapai.
Ibu rumah tangga yang rumah tangganya mengalami masalah utang kartu kredit tentunya akan melakukan pengiritan demi untuk membayar utang, agar kehidupan rumah tangga bebas dan bahagia. Namun prinsip ini tidak diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Meskipun terlilit utang, pemerintah tidak menurunkan belanjanya (-1 persen) lebih besar daripada pendapatannya (-3 persen). Dengan perkataan lain, pemerintah akan terus menerus terlilit utang, tidak tahu kapan akan terhenti, mungkin selama-lamanya.
Perubahan yang menakjubkan adalah peningkatan pada pemberian pinjaman, yaitu dari Rp 461,7 miliar pada APBNP 2016 menjadi minus Rp 6.409,7 miliar pada RAPBN 2017. Artinya komponen ini mengalami penurunan sebesar -1.488 persen atau hampir 15 kali lipat. Setelah ditelusuri ternyata hal ini disebabkan oleh terjadinya klasifikasi baru dalam APBN, dan tambahan pemberian pinjaman yang besar kepada BUMN/Pemda. Pinjaman yang diberikan pemerintah pusat kepada BUMN/Pemda sangat besar Rp 10 triliun, naik 72% dibadingkan APBNP 2016 yaitu sebesar Rp 5,8 triliun.
Pinjaman yang diberikan kepada BUMN/Pemda diperoleh dari utang. BUMN mendapatkan hak khusus dari pemerintah untuk mengerjakan berbagai proyeki nfrastruktur. Banyak perusahaan-perusahaan swasta dengan kapasitas dan kualitas yang lebih baik, juga dengan biaya yang lebih murah, seolah tidak mendapatkan kesempatan dari pemerintah untuk mengerjakan proyek, tidak berhak mendapat pinjaman. Seringkali tender direkayasa sehingga dimenangkan oleh perusahaan BUMN. Pemerintah mau tidak mau harus melakukan hal ini. Jika tidak darimana membayar utang yang demikian besar.
Utang yang menggunung menyebabkan pemerintah tidak memiliki pilihan. Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, namun dalam hal anggaran pemerintah terjajah oleh utang. Pemerintah tidak memiliki jalan keluar untuk lepas dari jeratan utang. Tidak heran jika pemerintah terus menerus mengejar para wajib pajak, menaikkan tarif pajak maupun cukai, dan terus menerus mencari celah untuk memperoleh tambahan penerimaan negara, yang tidak jarang mengganggu ketenangan pengusaha ataupun pekerja yang sedang bekerja keras membangun ekonomi bangsa. Beginilah jika negara terjerat utang.***
Dr. Eugenia Mardanugraha adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, meraih gelar doktor ekonomi di FEB Universitas Indonesia, dapat dihubungi di eugenia.marda@gmail.com
Editor: Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...