Johan: Komunikasi Antarlembaga Kurang Bagus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengakui problem yang ada di tubuh KPK berkaitan dengan soal komunikasi antarlembaga yang kurang bagus.
"Bagaimana membangun komunikasi secara lembaga antara KPK dan lembaga lainnya. Soal komunikasi ini terwakili tidak hanya hubungan secara organisasi,” kata Johan saat menjalani tes wawancara Capim di Aula Serbaguna III Lantai I Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta Pusat, hari Selasa (25/8).
Ke depan Johan berharap untuk pemimpin KPK perlu ada perbaikan dan membangun komunikasi secara kelembagaan. Hiruk-pikuk yang telah terjadi beberapa waktu lalu antara Polri dan KPK, menurut Johan, karena tidak adanya komunikasi, dalam hal ini di tingkat pimpinan.
"Saya yakin hiruk-pikuk yang kemarin itu karena kurang ada komunikasi, komunikasi yang tidak bagus, dan kurangnya kontribusi yang membuat KPK menjadi punya banyak musuh. Komunikasi menurut saya penting," kata dia.
"Ke depan, yang perlu diperbaiki adalah komunikasi, itu menurut saya poin yang sangat penting membangun KPK ke depan bisa diharapkan oleh publik," kata dia.
Berkaitan dengan KPK pula, Johan mengakui bukan seorang sarjana hukum. Namun, dia mempunyai kekuatan di bidang komunikasi dan pencegahan.
"Saya memang bukan sarjana hukum. Tetapi, KPK membutuhkan banyak hal, bukan hanya soal mengerti hukum, mengapa di Undang-Undang 30 Tahun 2002 KPK mempunyai lima fungsi," kata Johan.
Johan mengakui mempunyai kekuatan berkaitan dengan komunikasi, dan berkaitan dengan tugas-tugas pencegahan. "Saya pernah menjadi Deputi Pencegahan (KPK) meski tidak sampai setahun," dia menggambarkan.
Setuju Hukum Mati Koruptor
Johan menyatakan kesetujuannya jika koruptor di Indonesia dihukum mati sebagai sanksi atas perbuatannya. "Tapi kita mesti lihat dulu tingkat kesalahannya," kata dia.
Berkaitan dengan remisi bagi koruptor, Johan menyatakan ketidaksetujuannya setiap tahanan korupsi mendapatkan remisi atau potongan masa tahanan. "Pelaku korupsi tidak layak mendapatkan remisi dari presiden sebagaimana halnya dengan napi lainnya," katanya.
"Korupsi kejahatan luar biasa. Tidak seimbang dengan pencuri ayam seharga Rp 60.000. Koruptor itu sama dengan narkoba, teroris. Tidak boleh diremisi," katanya.
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...