Jokowi-JK Hadapi Tantangan dalam Menjamin Kebebasan Beragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - “Kebijakan politik Jokowi-JK dalam menjamin kebebasan beragama menghadapi tantangan berat,” kata Direktur Eksekutif Megawati Institute Siti Musdah Mulia dalam Diskusi Publik “Membaca Arah Kebijakan Politik Kebhinekaan Jokowi-JK” di Maarif Institute, Tebet, Jakarta Selatan Selasa (30/9) siang.
Siti Musdah Mulia mengatakan pemerintah tidak bisa sendirian dalam menjamin kebebasan beragama di Indonesia, dibutuhkan peran masyarakat. “Pemerintah tidak bisa sendirian menjamin kebebasan beragama di Indonesia, tanpa peran masyarakat, usaha pemerintah menjadi sia-sia,” kata Siti Musdah Mulia.
Dalam diskusi dipaparkan keadaan di Indonesia yang menjadi hambatan Jokowi-JK menjamin kebebasan beragama. Pertama meningkatnya keberpihakan aparat hukum kepada kelompok mayoritas. Siti Musdah Mulia mencontohkan pelaksanaan perda syariah yang dilakukan aparat hukum.
Kedua tekanan kelompok agama fundamental terhadap kelompok agama minoritas, seperti penyebaran kebencian terhadap kelompok Syiah di media massa.
Ketiga penolakan masyarakat terhadap keberadaan rumah ibadah kelompok minoritas di lingkungan tempat tinggal. Hal itu berdasarkan survei Setara Institute tahun 2012, yang menunjukan mayoritas masyarakat menolak keberadaan rumah ibadah yang berlainan dengan agama mayoritas masyarakat.
Siti Musdah Mulia menyarankan polemik pembangunan rumah ibadah diserahkan oleh dinas tata ruang, bukan kelompok pemuka agama. “Setiap agama bebas membangun rumah ibadah, asalkan tidak menganggu ruang publik,” kata Siti Musdah Mulia.
Keempat masyarakat menyerahkan penyelesaian konflik agama, pada kelompok pemuka agama bukan kepada instansi pemerintah. Hal ini disebabkan absennya pemerintah dalam konflik agama.
Siti Musdah Mulia akan menagih janji Jokowi-JK terkait menjamin kebebasan beragama. “Jokowi-JK ketika kampanye, menandatangi Piagam Al-Mizan tentang komitmen menjamin kebebasan beragama di Indonesia, kami akan memantau komitmen itu,” kata Siti Musdah Mulia.
Tamrin Amala Tomagola, sosiolog UI, yang hadir dalam diskusi mengatakan Jokowi-JK harus menerapkan kebijakan berbasis pluralisme. “Soekarno menyatakan bangsa Indonesia adalah masyarakat yang plural,” kata Tomagola.
Ia mencontohkan “Jika Jokowi-JK berani dan mau tidak populer, buat kebijakan yang menyatakan semua siswa sekolah bebas memilih mata pelajaran agama apa saja.”
Tomagola mengkhawatirkan fenomena pengotak-kotakan lembaga publik berdasarkan etnis dan agama, menurutnya hal ini akan mengancam pluralisme di Indonesia.
Diskusi di Maarif Institute tidak hanya dihadiri oleh akademisi, tapi kelompok masyarakat biasa yang mengutarakan kekhawatiran ancaman praktek kebebasan beragama di tengah kontestasi politik Indonesia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...