Setara Institute: UU MD3 adalah Gaya Orba
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setara Institute berpandangan bahwa pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang dilakukan di tengah kontestasi politik Pilpres pada Juli lalu merupakan awal dari konsolidasi kekuatan politik gaya Orde Baru.
Setara menegaskan salah pembeda perubahan pasca Orde Baru adalah menguatnya daulat rakyat yang bisa menentukan pilihan politiknya dalam setiap kontestasi politik, Pemilu, Pilpres, dan Pilkada pada setiap periode politiknya,
Selama kurang dari 10 tahun terakhir daulat rakyat menurut Setara Institute telah memangkas daulat elit partai politik yang menjadi ciri pengendalian proses-proses politik masa Orde Baru yang dicirikan dengan sistem oligarki politik. Daulat rakyat ini kembali hendak dirampas oleh kekuatan politik Orde Baru berwajah reformis, yakni ketika kubu Koalisi Merah Putih (KMP) memenangi voting Pilkada Langsung vs Pilkada via DPRD yang sekaligus mempertegas polarisasi dan konfigurasi wajah politik Indonesia 5 tahun ke depan.
Melalui pernyataan pers yang diberi tema "Mengawal Wakil Rakyat, Membendung Arus Konsolidasi ORBA," Senin (29/9), Setara Institute mendukung langkah judicial review atas UU Pilkada ini, baik pada aspek formil maupun pada aspek materiilnya dan pararel dengan upaya itu, mengusulkan agar presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK menyiapkan langkah political review dengan menyiapkan RUU Perubahan UU Pilkada dan memastikannya masuk dalam Prolegnas 2014-2019, sehingga bisa diagendakan secara cepat perubahannya.
Jokowi-JK juga bisa mengeluarkan Perppu tentang Perubahan UU Pilkada sebagai jalan cepat dan memaksa DPR untuk kembali membahas mekanisme Pilkada, demikian menurut Setara Institute.
Pembelokan Kedaulatan Rakyat
Berkaitan dengan proses hukum di MK tentang penolakan permohonan terhadap uji materi UU MD3, Setara Institute mengatakan hal ini adalah uji perdana kekuatan Koalisi Merah Putih berhasil memenangkan perubahan UU MD3 dan membelokkan suara rakyat yang memberi mandat pada partai-partai pemenang Pemilu untuk memimpin lembaga perwakilan.
Upaya ini dilakukan semata-mata karena tuntutan mencari jalan keluar bagi-bagi kekuasaan dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang telah bersepakat mengusung pasangan Prabowo-Hatta.
Atas dasar semangat bagi-bagi kekuasaan itu, maka Koalisi Merah Putih bersepakat memangkas hak PDIP untuk memimpin DPR sebagaimana UU MD3 sebelumnya.
Mencermati UU MD3, Setara Institute mencatat beberapa hal tentang UU MD3, antara lain UU MD3 tidak sejalan dengan semangat demokrasi konstitusional yang mendorong lembaga perwakilan semakin akuntabel dan representatif.
UU MD3 memberi kekebalan pada anggota DPR yang diperiksa dalam kasus hukum dengan privilege khusus sebagaimana dalam Pasal 245 ayat 1 UU MD3 yang memuat ketentuan bahwa penyidik, baik dari kepolisian, kejaksaan, maupun KPK mesti mendapat izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
UU MD3 juga dibahas tanpa melibatkan DPD secara berkualitas padahal DPD adalah stakeholders dari UU ini. UU MD3 memiliki cacat formil dan materiil, karena itu tidak kurang dari 10 pihak mengajukan pengujian UU MD3 ini ke Mahkamah Konstitusi.Mahkamah Konstitusi dituntut cermat dan memutus perkara ini dengan mengutamakan kepentingan rakyat dan penguatan demokrasi konstitusional.
Setara Institute berpandangan bahwa peragaan politik yang dimotori oleh KMP dan diperburuk lagi oleh Partai Demokrat dalam pengesahan RUU Pilkada adalah gambaran masa depan polarisasi dan konfigurasi politik lima tahun ke depan.
Setara Institute meyakini jika konfigurasi ini tidak berubah maka sulit kemungkinan bagi Jokowi-JK dapat menunaikan tugas konstitusionalnya sebagai presiden dan wakil presiden.
Atas dasar itu, PDIP khususnya dan mitra koalisi pada umumnya, harus menyikapi realitas politik ini dengan berupaya sungguh-sungguh membangun konstituensi pendukung baik di tingkat masyarakat sipil, maupun pemihakan serius pada program-program yang pro rakyat. Dengan mengusung program-program yang pro rakyat, akrobat politik KMP akan mendapat perlawanan dari rakyat.
Demi stabilitas politik, mengawal demokrasi, dan membendung kecenderungan konsolidasi politik gaya Orde Baru, PDIP dan mitra koalisinya perlu mencari mitra koalisi baru, dalam hal ini Setara Institute menduga partai PAN dan PPP adalah dua partai yang potensial berbalik arah dari KMP.
Sikap rasional atas realitas politik ini adalah cara agar Jokowi-JK bisa bekerja menjalankan agenda pembangunan kerakyatan dan memenuhi janji meningkatkan kesejahteraan rakyat, keadilan, dan kemanusiaan.
Setara Institute menegaskan bahwa Jokowi-JK dipilih untuk bekerja bukan untuk terus menerus melayani akrobat politik tuna moral dari kubu lawan. (PR)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...