Junta Militer Thailand Tunda Pemilu
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Junta militer Thailand menunda pemilihan umum sedikitnya enam bulan dari jadwal yang ditetapkan sebelumnya, beberapa jam setelah mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dilarang bepergian ke luar negeri hari ini (19/5) yang memunculkan pertanyaan tentang janji mereka akan mengembalikan demokrasi.
Wakil Perdana Menteri, Wissanu Krea-ngam, yang menjabat setelah militer merebut kekuasaan dalam kudeta Mei lalu, mengatakan kepada wartawan bahwa pemilu Thailand paling cepat akan berlangsung di Agustus 2016 untuk memungkinkan referendum konstitusi baru.
"Pemilu akan berlangsung sekitar Agustus atau September," katanya. Sebelumnya, pemerintah mengatakan pemungutan suara akan berlangsung di Februari 2016.
Sejak mengambil alih kekuasaan, junta telah berada di bawah tekanan kalangan domestik maupun internasional untuk mengadakan pemilu, yang mereka katakan hanya bisa dilakukan di bawah konstitusi baru.
Perancang konstitusi, yang ditunjuk oleh junta, telah merekomendasikan bahwa referendum perlu diadakan untuk memberikan kesempatan kepada publik memutuskan cetak biru memulihkan peran demokrasi.
Kritikus mengatakan referendum itu dimaksudkan untuk mengeluarkan keluarga Shinawatra dari politik.
Yingluck dipaksa mundur tahun lalu setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan dirinya bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan.
Beberapa pekan kemudian militer membersihkan jejak kekuasaanya di pemerintahan.
Dia dituduh melalaikan tugas dalam perannya pada skema subsidi beras bernilai multi miliar dolar yang oleh lembaga antikorupsi Thailand diduga penuh dengan suap. Ini adalah kasus terbaru dari serangkaian upaya yang oleh pendukungnya dikatakan untuk memperpanjang cengkeraman junta pada kekuasaan.
Yingluck, yang menyangkal tuduhan terhadap dirinya, menghadapi hingga 10 tahun penjara jika terbukti bersalah. Dia menuduh musuh-musuhnya melakukan perburuan terhadap dirinya untuk melumpuhkan keluarganya.
Sekitar 200 pendukungnya muncul di luar pengadilan, hari ini (19/5). Beberapa berteriak: "Perdana Menteri Yingluck adalah perdana menteri rakyat! Anda harus melawan!"
Pengadilan melarang dia bepergian ke luar negeri dan menyetujui jaminan bersyarat 30 juta baht ($ 899.300).
Sidang berikutnya ditetapkan untuk 21 Juli.
Berbicara di sela-sela konferensi di Seoul pada hari Selasa, Thaksin Shinawatra, kakak dari Yingluck, mengatakan ia tidak memiliki rencana untuk memobilisasi barisan "Baju Merah" yang merupakan pendukungnya. Ia juga mengatakan bahwa tahun pertama pemerintahan junta "tidak begitu mengesankan".
"Saya pikir demokrasi akan menang cepat atau lambat, tapi kami harus bersabar, dan kita harus damai," katanya.
Thaksin digulingkan dalam kudeta tahun 2006 dan melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari penjara karena vonis korupsi pada dirinya pada tahun 2008 ia nilai bermotif politik.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...