Jurnalis Alami Kekerasan di Crimea
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Enam jurnalis dilaporkan diserang, ditahan, dan menghadapi berbagai gangguan dalam menjalankan tugas di Crimea, wilayah otonom di selatan Ukraina, dalam dua hari terakhir ini, seperti dilaporkan di berbagai media.
Iklim kebebasan pers di wilayah itu terus terkikis menyusul referendum yang berlangsung Minggu (16/3), yang hasilnya menyebutkan otoritas Crimea menyatakan kemerdekaannya dari Ukraina. Jajak pendapat itu dinyatakan ilegal oleh Ukraina dan pemerintah negara-negara Barat.
Pada Selasa (18/3) otoritas Crimea menandatangani perjanjian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menyatakan semenanjung itu bergabung dengan Rusia. Laporan berbagai media menyebutkan jurnalis yang meliput krisis regional di wilayah itu sejak awal Maret, mengalami berbagai hambatan, mulai dari penahanan sewenang-wenang, pelecehan, hingga bermacam gangguan.
"Kalau masa depan warga Crimea terbentang dengan pasti, tidak demikian halnya dengan masa depan jurnalis yang bekerja di sana. Suram,” kata Koordinator Program Asia Tengah dan Eropa Nina Ognianova, dari The Committee to Protect Journalists (CPJ), "Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk memberikan ruang bagi media meliput dengan bebas dan aman, dan berhenti meminjam tangan-tangan preman untuk mengganggu dan menghalangi tugas jurnalis."
Sekelompok orang bersenjata dengan mengenakan topeng di Simeropol pada Selasa (18/3) menyerang dan mencederai Ibraim Umerov, jurnalis Crimea dari media independen ATR, dan juru kameranya, ketika sedang melakukan liputan langsung, seperti dikemukakan ATR kepada CPJ. ATR berafiliasi dengan Tatar, minoritas muslim.
Umerov yang terluka di bagian wajah dan kaki, segera berobat ke rumah sakit. Para penyerang menyita peralatan liputan dan baterai ponsel. Tidak jelas kabar tentang juru kamera, yang tidak diidentifikasi ATR, yang juga terluka.
Setidaknya empat wartawan lokal dan internasional juga diserang dan dianiaya dalam insiden terpisah pada Senin (17/3).
Orang-orang yang tidak dikenal, dengan mengenakan seragam militer dan bersenjatakan pisau serta cambuk, sempat menahan Johan Fredriksson, reporter untuk TV4 dari Swedia, dan Jacek Machula, juru kamera untuk stasiun televisi itu, tak jauh dari Kota Sevastopol.
Pihak berwenang mengatakan para jurnalis itu mengambil gambar-gambar “instalasi militer”, dan menyita paspor serta perlengkapan tugas mereka. Fredriksson dan Machula membantah tuduhan itu. Keduanya berhasil mendapatkan kembali barang-barang mereka ketika dibebaskan, menurut TV4 kepada CPJ.
Sekelompok orang tak dikenal juga menyerang dan mencederai Dmitriy Bunetskiy, koresponden untuk situs berita lokal, Segodnya, dan Sergey Nikolayev, juru foto untuk situs itu, ketika bertugas di Kota Yalta, demikian dilaporkan Center for Investigative Journalism yang berkantor di Simferopol. Kedua jurnalis itu mengalami cedera di bagian wajah dan dada, serta gigi rompal. (cpj.or)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...