Kadin Ingin Kasus Pencatutan Nama Jokowi Diusut Tuntas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, meminta kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo serta Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait PT Freeport Indonesia (PTFI) segera diusut tuntas.
“.....Saya kira kita juga perlu tahulah lebih terbuka dan lebih mendalam maksudnya ini siapa yang melakukan (pencatutan nama) itu,” kata Suryo Bambang Sulisto kepada satuharapan.com di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, hari Senin (16/11).
SBS, demikian ia sering dipanggil, mengakui belum tahu siapa yang disebut sebagai pencatut nama presiden.
“Saya belum tahu siapa namanya,” kata dia menambahkan.
Lebih lanjut, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, Freeport merupakan investor yang sangat besar di Indonesia selain perusahaan-perusahaan minyak. Menurut dia, pencatutan nama presiden dan wapres terkait PTFI tidak akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia.
“Kalau menyangkut dampaknya kepada investasi saya kira tidaklah. Freeport ini kan investor yang besar sekali, kategorinya mungkin salah satu terbesarlah investor di Indonesia selain perusahaan-perusahaan minyak,” kata dia.
“Jadi pada umumnya, investor-investor Indonesia yang masuk itu kan perusahaan-perusahaan yang di bawah (Freeport) itu nilai investasinya. Jadi saya kira tidak akan berpengaruh (terhadap iklim investasi di Indonesia),” kata dia menegaskan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebutkan oknum DPR yang terlibat pencatutan nama presiden terkait PT Freeport Indonesia (PTFI) meminta saham proyek listrik yang akan dibangun di Timika, Papua sebagai kompensasi.
“Selain meminta saham proyek listrik, ia juga meminta PTFI menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut,” kata Sudirman Said usai bertemu dengan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, hari Senin (16/11).
Secara detail, Sudirman menjelaskan, oknum tersebut meminta sebanyak 49 persen saham dari PLTA yang dibangun, kemudian 51 persen yang diminta investasi pembangunan PLTA oleh PTFI.
“Pembangkit yang diminta bukan bagian dari proyek 35.000 MW, dan tidak ada hubungannya. Itu hanya mengandung unsur konflik kepentingan, sungguh tindakan yang tidak patut dan juga melibatkan pihak swasta,” katanya.
Selain itu, Sudirman juga menjelaskan kronologis bagaimana nama presiden dan wapres tercatut dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport oleh oknum anggota DPR.
Dalam penjelasannya, Sudirman mengatakan, oknum DPR tersebut bersama dengan seorang pengusaha, telah beberapa kali memanggil serta melakukan pertemuan dengan pimpinan PTFI.
Pada pertemuan ketiga yang dilakukan hari Senin, 8 Juni 2015 sekitar jam 14.00 hingga 16.00 WIB, bertempat di suatu hotel di kawasan Pacific Place, SCBD, Jakarta Pusat, oknum tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PTFI dan meminta agar PTFI memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo serta Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Keterangan ini saya dapat karena saya meminta kepada pimpinan PTFI untuk selalu melaporkan interaksi dengan pemangku kepentingan utama guna menjaga keputusan yang diambil secara transparan,” kata Sudirman.
Ia juga mengatakan mempunyai bukti catatan pembicaraan tertulis dari pertemuan itu.
Anggota tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan Indonesia, sembari meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik.
“Sebagai Menteri ESDM, saya diberi mandat oleh presiden untuk melakukan penataan sektor energi dan SDM, saya berkepentingan membersihkan praktik pemburu rente yang menggunakan kekuasaan dan kepentingan pribadi,” katanya.
Terkait mengenai inisial oknum, Sudirman menyerahkan sepenuhnya kepada MKD untuk memproses serta mengumumkan tindakan selanjutnya.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...