Kadisdik DKI Jakarta: Soal Pungutan Sekolah Sudah Diperiksa Inspektorat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Persoalan pungutan di sekolah, sudah diperiksa inspektorat. Dan, hasilnya mengatakan itu bukan pungutan melainkan untuk kepentingan orangtua murid,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, pada Jumat (18/10), di Balai Kota. Dia mengatakan demikian terkait konferensi pers aktivis guru pada Kamis (17/10), yang mengungkapkan banyaknya dilakukan pungutan di sekolah-sekolah, padahal sudah ada dana BOS (bantuan operasional sekolah) dan BOP (bantuan operasional pendidikan).
“Pelajar yang berprestasi tentu perlu anggaran untuk ikut kompetisi terutama jika adanya di luar kota, perlu penginapan, konsumsi dan lain sebagainya. Ketika dia juara, yang juara kan DKI, oleh karena itu perlu ada musyawarah kerja,”
“Misalnya yang juara SMA 8 Jakarta atas nama kontingen DKI Jakarta, bukan berarti biaya yang ditanggung oleh SMA 8 sendiri, tapi oleh semua SMA di DKI Jakarta. Jadi ketika ternyata ada 50 anak yang harus berangkat, anggarannya dari APBD tidak ada, tapi dari BOS ada, yakni Program Pembinaan Kesiswaan,” ia menjelaskan.
Mutasi Guru SMA 87
Guru yang dimutasi, seperti kasus guru di SMA 87 Jakarta, hal tersebut menurut Taufik untuk menumbuhkan semangat kerja, dikarenakan mengajarnya sudah kurang semangat. Buktinya, ia melanjutkan, yaitu menurut data kehadiran dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah), absensinya mulai dari bulan Januari sampai September 2012, setelah diakumulasi jumlah keterlambatannya 14.000 menit yang identik dengan tidak masuk 61 hari dalam kurun waktu tersebut. “Nah, kalau tidak masuknya 61 hari, boleh tidak?”
“Jadi bukan karena kekritisannya melaporkan uang pungutan sekolah sebesar Rp 700.000, itu telah diperiksa oleh inspektorat dan sudah diputuskan pungutan itu bukan sekolah yang melakukan.”
“Kalau semua orang bisa ngomong jadi fitnah, seperti kalau mengadu ke polisi, tidak ada bukti apa bisa diterima oleh polisi,” ujar Taufik. “Jadi kalau ada indikasi, dugaan, prasangka, itu boleh, apalagi ini negara demokrasi. Tapi ketika harus ada punishment, ya jangan sampai salah (menuduh/fitnah), harus berdasarkan fakta dan bukti.” lanjut dia.
Musyawarah Kepala-Kepala Sekolah (MKKS)
MKKS sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan yang terdiri dari kepala sekolah, di mana ketika sekolah di DKI Jakarta ini memiliki suatu event tertentu yang tidak teranggarkan, akan diatur dalam itu. Kemudian MKKS membuat program untuk peningkatan kapasitas misalnya manajemen sekolah, konsolidasi kesiswaan supaya tidak terjadi tawuran. “Kalau antar sekolah Kepala Sekolahnya tidak saling kenal, lalu murid-muridnya berantem, lalu bagaimana menyelesaikannya,” ujar Taufik.
“Misalnya ada saudara meninggal, lalu kita mau tausiah, masak harus nunggu anggaran yang ada (dari pemerintah). Jadi semua ini dasarnya adalah kebutuhan, untuk meningkatkan delapan standar nasional pendidikan, yakni kompetensi lulusan, kesiswaan, manajemen keuangan, peralatan, tenaga pendidik, dan sekarang kita mau bikin tes diagnostik guru-guru yang mata pelajarannya diujikan di tingkat nasional.”
“Di BOP tidak diprogramkan untuk peningkatan kompetensi guru, makanya kita ambil dana dari situ. Kalau melakukan sendiri biayanya jadi mahal, maka kita kumpulkan biayanya dari seluruh sekolah, misalnya kalau satu sekolah ada 1.000 anak, lalu tiap anak diambil Rp 1.000, kan jumlahnya jadi Rp 1.000.000 untuk tiap sekolah dari seluruh DKI Jakarta ini. Baru setelah itu kita selenggarakan. Itu yang mengelola kepala sekolah sendiri, bukan dinas, untuk kepentingan anak-anak didik juga.”
“Sama seperti APSI (Asosiasi Pemerintahan Provinsi), kalau kepala pemerintahan punya, masak kepala sekolah tidak boleh. Jadi ketika misalnya SMA 6 dan SMA 70 tawuran, masak kepala sekolahnya tidak boleh bermusyawarah?” Taufik bertanya.
Lelang Kepala Sekolah
“Urusan lelang jabatan kepala sekolah ini kan persoalannya tidak hanya di Dinas Pendidikan, juga menyangkut masalah kepegawaian, hukum, maka kami sudah memberikan masukan-masukan kepada BKD, ada persyaratan yang sifatnya nasional yang tentu harus kita ikuti, jangan sampai ada peraturan nasional lalu kita membuat peraturan sendiri yang berlawanan,” kata Taufik.
“Misalnya pangkatnya minimal IIIC, tentu jangan sampai yang terpilih IIIB, walaupun lelang jabatan dibuka, tapi tetap saja ada batasannya. Untuk mengangkat kepala sekolah ini walaupun dana dari APBD tapi tetap ada urusan kementerian dan pemerintah pusat, dan ini berlaku secara nasional.” tandasnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...