Kaleidoskop Moneter 2015: Badai Rupiah Belum Berlalu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Walau tekanan terhadap nilai tukar rupiah mulai mereda pada Oktober, belum ada jaminan badai sudah berlalu. Ini dikarenakan tekanan terhadap rupiah lebih banyak disebabkan faktor eksternal, yaitu ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga The Fed.
Bank Indonesia mencatat tekanan nilai tukar mengalami peningkatan pada 2015, dipicu oleh ketidakpastian kenaikan tingkat bunga The Fed (Federal Fund Rate, FFR) dan depresiasi Yuan. Menurut siaran pers BI, hingga November 2015, rupiah secara rata-rata melemah 11,05 persen ke level Rp 13.351 per dolar AS.
Menurut BI, pelemahan tersebut dipengaruhi sejumlah faktor eksternal, antara lain, ketidakpastian timing dan besaran kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, serta Yuan yang terus terdepresiasi di tengah perekonomian Tiongkok yang masih lemah.
Ada pun dari sisi domestik, tekanan terhadap rupiah terkait dengan meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan deviden secara musiman, serta kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik.
Sejumlah pengamat memperkirakan risiko lebih besar masih kemungkinan terjadi pada rupiah. Bahkan ada yang memperkirakan rupiah dapat terperosok menjadi mata uang berkinerja terburuk di Asia, akibat menyusutnya cadangan devisa dan risiko terus berlangsungnya arus modal keluar.
Bloomberg mengutip analisis Societe Generale yang melihat rupiah bisa jatuh ke ke Rp 15.300 per dolar AS pada akhir 2016, kendati estimasi median dalam survei Bloomberg memperkirakan rupiah akan berkisar di Rp 14.800 per dolar AS pada tahun 2016.
Bila dalam dua tahun terakhir ringgit Malaysia mengalami pelemahan paling besar di kawasan Asia, Indonesia diperkirakan akan mengambil alih posisi itu dan akan mencatat pelemahan yang terbesar pada 2016.
"Rupiah lebih rentan dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya karena ketidakseimbangan eksternal, harga komoditas lemah dan pembalikan kepemilikan asing di obligasi lokal-pemerintah dengan pengetatan The Fed," kata Roy Teo, analis senior valuta asing ABN Amro Bank NV, sebagaimana dilansir oleh Bloomberg.
Kendati demikian alasan untuk optimis masih ada, setidaknya bagi BI. Menurut BI, sejak bulan Oktober dan November 2015 pergerakan rupiah cenderung menguat dan lebih stabil, seiring dengan sentimen positif terhadap ekonomi menyikapi hasil rapat dewan gubernur The Fed yang sempat dovish dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia.
BI berjanji akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung stabilitas makoekonomi dan penyesuaian ekonomi kea rah yang lebih sehat dan berkesinambungan.
Bila merunut ke belakang, ke masa sepanjang 2015, tampak nyata bahwa tekanan terhadap nilai tukar rupiah terutama disebabkan faktor eksternal, khususnya ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed. Kaleidoskop moneter berikut ini, yang disarikan dari assesment Bank Indonesia setiap bulan terhadap ekonomi moneter Indonesia, menggambarkannya.
15 Januari 2015: Rupiah Melemah 1,74 Persen
Bank Indonesia menyatakan sepanjang 2014 nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya. Depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi pada triwulan IV-2014 dikarenakan kuatnya apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang utama sejalan dengan rilis data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate.
Terhadap dolar AS, rupiah secara point-to-point melemah 1,74 persen (yoy) selama tahun 2014 ke level Rp12.385 per dolar AS. Sementara itu, terhadap mata uang lainnya termasuk yen Jepang, dan euro, rupiah mengalami apresiasi yang cukup tinggi, walaupun masih cukup kompetitif dibandingkan dengan negara mitra dagang.
17 Februari 2015: Rupiah Melemah ke Level Rp 12.581 Per Dolar AS
BI menyatakan nilai tukar rupiah melemah seiring dengan apresiasi dolar AS yang terjadi secara luas. Pada triwulan IV 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 3,9 persen (qtq) ke level Rp 12.244 per dolar AS. Semakin solidnya perekonomian AS mendorong penguatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia.
Tekanan terhadap rupiah berlanjut di bulan Januari 2015, sejalan dengan terus berlangsungnya penguatan dolar AS akibat rencana ECB melakukan kebijakan pelonggaran moneter yang diikuti oleh sejumlah negara. Rupiah secara rata-rata melemah 1,21 persen (mtm) ke level Rp12.581 per dolar AS. Bank Indonesia memandang bahwa pergerakan nilai tukar mendukung perbaikan defisit transaksi berjalan, baik melalui penurunan impor khususnya barang konsumsi maupun meningkatkan daya saing ekspor khususnya manufaktur.
17 Maret 2015: Rupiah Melemah ke Level Rp 12.757 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencatat pelemahan, terutama didorong oleh terus berlanjutnya penguatan dolar AS terhadap semua mata uang dunia. Melemahnya mata uang euro seiring dengan quantitative easing yang ditempuh Bank Sentral Eropa semakin meningkatkan tekanan pelemahan mata uang emerging markets, termasuk Indonesia.
Pada Februari 2015, secara rata-rata rupiah melemah 1,38 persen (mtm) ke level Rp 12.757 per dolar. Secara point-to-point rupiah terdepresiasi 1,99 persen dan ditutup di level Rp 12.925 per dolar AS.
14 April 2015: Rupiah Melemah ke Level Rp 13.966 per Dolar AS
Nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Pada Maret 2015, secara rata-rata rupiah melemah 2,37 persen (mtm) ke level Rp13.066 per dolar AS. Secara point to point, rupiah terdepresiasi 1,14 persen dan ditutup di level Rp13.074 per dolar AS. Meskipun melemah, depresiasi rupiah lebih terbatas dibandingkan pelemahan mata uang negara emerging market lainnya.
Tekanan terhadap rupiah mereda dan mengalami apresiasi sejak pertengahan bulan Maret pasca pertemuan FOMC dengan pernyataannya yang cenderung dovish serta upaya stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan Bank Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan aliran masuk portfolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015 pasca pengumuman hasil FOMC dan pembelian aset oleh ECB.
19 Mei 2015: Rupiah Menguat ke Level Rp 12.944 per dolar AS
Nilai tukar rupiah mengalami tekanan seiring penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang. Pada triwulan I 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 4,4 persen (qtq) ke level Rp12.807 per dolar AS. Penguatan dolar AS yang terjadi terhadap mayoritas mata uang dunia ditopang oleh ekonomi AS yang membaik dan kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Sentral Eropa.
Namun, rupiah kembali menguat di bulan April 2015 sejalan dengan koreksi dolar AS dan persepsi risiko perekonomian domestik yang membaik. Rupiah secara rata-rata menguat 0,95 persen (mtm) ke level Rp12.944 per dolar AS.
18 Juni 2015: Rupiah Melemah, Tembus Rp 13.000 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia. Pada Mei 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,5 persen (mtm) ke level Rp 13.141 per dolar AS. Penguatan dolar AS ditopang kebijakan pelonggaran moneter Bank Sentral Eropa dan dinamika negosiasi fiskal Yunani. Selain itu, tekanan terhadap rupiah juga disebabkan kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik, meskipun tertahan oleh peningkatan outlook rating Indonesia oleh S&P.
14 Juli 2015: Rupiah Melemah ke Level Rp 13.311 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juni 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,28 persen (mtm) ke level Rp.13.311 per dolar AS. Dari sisi eksternal, sentimen terhadap rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap negosiasi penyehatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran utang dan antisipasi investor terhadap arah kebijakan the Fed pada pertemuan FOMC Juni 2015.
Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan pembayaran deviden secara musiman di triwulan II 2015 turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
18 Agustus: Rupiah Melemah Sangat Tajam (Overshoot)
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Pada triwulan II 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,47% (qtq) ke level Rp13.131 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah pada triwulan II tersebut dipengaruhi antisipasi investor atas rencana kenaikkan suku bunga AS (FFR), dan pelonggaran moneter Bank Sentral Eropa, serta dinamika negosiasi fiskal Yunani.
Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan dividen sesuai pola musiman pada triwulan II 2015. Namun, tekanan tersebut tertahan oleh sentimen positif terkait kenaikan outlook rating Indonesia oleh S&P dari stable menjadi positif dan meningkatnya surplus neraca perdagangan.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa, sejalan dengan reaksi pasar global terhadap keputusan Tiongkok yang melakukan depresiasi mata uang Yuan, hampir seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah, mengalami tekanan depresiasi. Rupiah mencatat pelemahan cukup dalam (overshoot) dan telah berada di bawah nilai fundamentalnya (undervalued). Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
17 September 2015: Rupiah Melemah karena Dampak Yuan
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sejalan dengan kuatnya tekanan eksternal. Pada bulan Agustus 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,9% (mtm) ke level Rp13.789 per dolar AS. Sumber tekanan terutama berasal dari dampak devaluasi Yuan oleh Bank Sentral Tiongkok serta kembali meningkatnya ketidakpastian mengenai rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed.
Sementara dari sisi domestik, tekanan terhadap rupiah didorong oleh permintaan terhadap dolar AS, untuk pembayaran utang luar negeri. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Disamping itu, Bank Indonesia juga terus melakukan penguatan operasi moneter guna mengendalikan permintaan dan memperkuat pasokan valas.
15 Oktober 2015: Nilai Tukar Rupiah Mulai Menguat
Nilai tukar rupiah mulai menguat setelah mengalami tekanan depresiasi di bulan September 2015. Penguatan terhadap nilai tukar rupiah terjadi di awal Oktober 2015. Hal ini didukung oleh sentimen positif terkait kemungkinan penundaan kenaikan FFR dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Kedua faktor tersebut mendorong masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia, yang selanjutnya berdampak pada penguatan rupiah sebesar 9,3 persen (point to point, 13 Oktober terhadap akhir September). Bank Indonesia terus memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
17 November: Nilai Tukar Rupiah Terus Menguat
Nilai tukar rupiah terus menguat setelah mengalami tekanan depresiasi pada triwulan III 2015. Pada triwulan III 2015, Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 5,35% (qtq) ke level Rp13.873 per dolar AS.
Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed dan devaluasi Yuan. Namun, rupiah menguat pada bulan Oktober 2015 dipicu oleh sentimen positif terhadap EM akibat FOMC yang dovish dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Rupiah secara rata-rata menguat 4,47 persen (mtm) ke level Rp13.783 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.
17 Desember 2015: Memelihara Sentimen Positif
Tekanan nilai tukar mengalami peningkatan pada 2015, dipicu oleh ketidakpastian kenaikan FFR dan depresiasi Yuan. Hingga November 2015, rupiah secara rata-rata melemah 11,05 persen ke level Rp13.351/USD. Pelemahan tersebut dipengaruhi sejumlah faktor eksternal, antara lain, ketidakpastian timing dan besaran kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, serta Yuan yang terus terdepresiasi di tengah perekonomian Tiongkok yang masih lemah.
Dari sisi domestik, tekanan terhadap rupiah terkait dengan meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan deviden secara musiman, serta kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik. Namun, pada bulan Oktober dan November 2015 pergerakan rupiah cenderung menguat dan lebih stabil, seiring dengan sentimen positif terhadap EM akibat hasil FOMC yang sempat dovish dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...