Kantor Berita Polandia Alami Serangan Siber, Diduga dari Rusia
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Polandia mengatakan pada hari Jumat (31/5) bahwa berita palsu yang menyatakan bahwa Polandia akan dimobilisasi untuk berperang di Ukraina yang muncul di kantor berita negara kemungkinan besar merupakan serangan siber Rusia.
Badan Pers Polandia (PAP) menghapus artikel tersebut beberapa menit setelah diterbitkan pada hari Jumat, dan mengatakan bahwa artikel tersebut tidak berasal dari mereka. Artikel tersebut kemudian muncul untuk kedua kalinya dan dihapus lagi.
“Mengingat kemungkinan serangan siber Rusia terhadap Badan Pers Polandia dan tersebarnya disinformasi mengenai dugaan mobilisasi di Polandia, ABW (badan keamanan dalam negeri) dan kementerian digital telah mengambil tindakan cepat,” kata juru bicara badan keamanan, Jacek Dobrzynski, pada X.
PAP mengatakan pihaknya sedang “menyelidiki keadaan seputar munculnya cerita palsu tersebut. Sumber teksnya bukan dari Badan Pers Polandia,” tambahnya.
Artikel palsu tersebut mengklaim bahwa Perdana Menteri Donald Tusk mengatakan Polandia akan mengumumkan mobilisasi parsial pada 1 Juli. “Dua ratus ribu warga Polandia, baik mantan militer maupun warga sipil biasa, akan dipanggil untuk wajib militer,” klaim artikel tersebut.
“Semua orang yang dipanggil akan dikirim ke Ukraina,” tambahnya.
Teks tersebut menampilkan beberapa tanda bahaya termasuk kurangnya tanda kutip, tidak ada sumber yang tepat, gaya penulisan yang bertele-tele dan tidak ada inisial di bagian akhir.
Polandia bukanlah negara pertama yang kantor beritanya diretas dalam beberapa bulan terakhir.
Pada bulan April, peretas menyerang situs kantor berita publik Ceko, CTK, mengunggah dua teks palsu yang mengatakan bahwa dinas intelijen Ceko telah mencegah serangan terhadap presiden terpilih Slovakia Peter Pellegrini.
Polisi Ceko dan Dinas Informasi Keamanan sedang menyelidiki kasus ini. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...