Kapolri: Video Freddy Tak Ungkap Aliran Dana ke Pejabat Polri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan bahwa dalam video testimoni Freddy Budiman tidak menyebutkan adanya aliran dana ke Polri.
Freddy, kata Tito, hanya menceritakan sudah mulai berubah dari preman, pelaku dan memiliki jaringan hingga berada di dalam lapas.
“Dia cerita dalam lapas, dia tahu ada kegiatan pembuatan narkotik. Dia sebut dua nama dari anggota Polri. Dua orang sudah diperiksa dan kedua orang ini justru yang menangkap yang bersangkutan (Freddy) tiga kali. Yang satu orang sama sekali tidak berkaitan dengan penanganan narkoba tapi soal usulan lapas yang ada buayanya,” kata Tito saat rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Senin (5/9).
Polri, kata Tito, kembali akan berkirim surat ke KontraS untuk menindaklanjuti perilaku anggota Polri. Kemudian berkoordinasi dengan keluarga Freddy Budiman untuk mencari video tentang narapidana yang dihukum mati tersebut.
“Apa benar video itu ada dan bisa diperoleh, sedang kita cari. Bareskrim juga sedang awasi aliran dana," kata dia.
Selain itu, Tito Karnavian mengaku sudah membetuk tim pencari fakta mengusut 'nyanyian' aktivis KontraS Haris Azhar soal Freddy Budiman. Dalam pernyataan Freddy melalui kesaksian Haris, ia mengaku banyak pejabat terlibat dalam jual beli narkoba.
“Atas pernyataan di medsos oleh Haris yang kemudian jadi viral, maka kami telah bentuk tim pencari fakta,” kata dia.
Awalnya, kata Tito, tim tersebut cukup beranggotan dari Propam dan Divhumas. Kadivhumas meminta untuk bertemu dengan Haris Azhar, sedangkan Kadiv Propam didesak untuk melakukan dua hal. Yaitu menelusuri aliran dana Rp 90 miliar ke pejabat Polri dari Freddy, dan Rp 400 miliar ke BNN.
Setelah ditelusuri, Kadiv Humas Polri Boy Rafli Amar menyampaikan melalui Tito, bahwa belum pernah mendengar ada pejabat terima Rp 90 miliar. Tito juga membantah pelaporan Haris ke Bareskrim Polri bukan karena pencemaran nama baik.
“Ini sudah di BAP. Dari TNI, Polri dan BNN buat laporan ITE,” kata dia.
Salah satu pasal UU ITE menyebutkan, tidak boleh menyebarkan berita bohong karena dampaknya berbahaya. Semua viral bisa mengupload dan membuat masyarakat jadi misleading (bingung).
Untuk transaparansi, tim tersebut terdiri dari 15 orang anggota Polri dan 3 orang eksternal. Tito berjanji tidak akan mengampuni pejabat Bhayangkara yang terlibat dalam narkoba.
“Tim ini sudah bergerak, mereka melakukan klarifikasi kepada kepala lapas, narapidana di lapas, memeriksa dana aliran PPATK. Tapi kita belum menemukan aliran dana dari Freddy ke anggota Polri,” katanya.
Menurut Tito hingga saat ini pihaknya belum melihat ada aliran dana Rp90 miliar kepada pejabat Polri.
“Sama sekali belum ada kami temukan di video, Freddy sendiri,dari berbagai pihak seperti pledoi dan lain-lain namun kita tetap melakukan langkah ke depan. Tim masih berjalan karena tim ini diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan ini, mempelajari ini, selanjut memberikan kesimpulan dan rekomendasi kepada Kapolri tentang apa yang harus dilakukan dan tentu kita akan sampaikan secara terbuka kepada publik,” kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
BRIN: Duri Landak dapat Jadi Gel Penyembuh Luka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset terhadap manfaat ...