Kasus Freeport dan Bahaya di Papua
SATUHARAPAN.COM – Rekaman percakapan tentang kontrak pertambangan PT Freeport di Papua yang melibatkan Presiden Direkturnya dengan Ketua DPR RI, Setyas Novanto, dan seorang pengusaha menunjukkan kebobrokan dalam politik di Indonesia dan pengelolaan sumber daya alam.
Rekaman itu diperdengarkan dalam sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD) hari Rabu (2/12) dan disiarkan secara luas oleh media massa. Banyak komentar dilontarkan dan umumnya sangat negatif tentang perilaku politisi di Indonesia, khususnya di Dewan.
Situasi ini membuka banyak hal terkait masalah Papua dan pemerintah pusat. Namun kekacauan itu baru sebagai puncak gunung es dari carut-marut yang lebih rumit tentang Papua. Dan di bagian bawah fenomena ini belum dibuka secara terang-terangan.
Dirut Freeport, Maroef Sjamsoeddin, di MKD sempat mengatakan bahwa tidak diperpanjangnya kontrak pertambangan Freeport bisa menimbulkan masalah sosial dan keamanan di Papua. Konflik antar suku bisa terjadi, karena klaim atas wilayah di sana.
Ini adalah pandangan dari pihak Freeport dengan kepentingan bisnisnya. Dan pemerintah tidak harus melihat masalah ini tidak dari satu sudut pandang, perlu perspektif yang lebih luas. Sebab pontensi konflik itu harus disadari sudah demikian laten, dan muncul akibat kebijakan dengan pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua selama ini, termasuk terkait dengan kontrak pertamabanan di sana.
Papua untuk Siapa ?
Munculnya masalah Freeport ini bukan sekadar kasus Ketua DPR mencatut nama Presiden untuk minta saham. Hal ini juga tidak hanya terbatas pada masalah etika dan moralitas politisi Dewan, tetapi maasalah relasi Papua dan Indonesia, di mana isu Papua masih terus disorot secara internasional, dan masih ada gejolak di dalam Papua.
Isi rekaman yang disebar ke publik hanyalah salah satu yang secara terang-terangan memperlihatkan bagaimana elite Jakarta melihat Papua hanya sebagai sumber kekayaan yang bisa dikeruk. Lebih dari itu, isi rekaman itu membuka jalan untuk menuduh bahwa Papua diperlakukan lebih untuk kepentingan Jakarta, bahkan kepentingan kelompok dan pribadi.
Fakta-fakta yang terbongkar itu memberi pembenaran tentang situasi kontras di Papua: tanah yang kaya dengan penduduk yang miskin dan terbelakang. Papua sebabagi provinsi dengan begitu banyak daerah yang miskin infrastruktur dan terisolasi.
Pandangan ini memang terus ditolak, dan biasanya Jakarta akan menyampaikan berbagai janji yang entah kapan ditepati. Sebagai contoh adalah pembangunan jalan trans Jayapura – Wamena yang sudah dibahas sejak Orde Baru hingga sekitar 30 tahun kemudian belum juga selesai. Dampak yang nyata dan ironis adalah biaya hidup yang serba mahal di sana. Ini adalah bagian dari pemiskinan.
Hubungan Papua - Indonesia
Kasus yang dibahas di MKD memang harus diteruskan hingga tuntas, namun harus diingat bahwa masalah ini jauh melampaui masalah etika politisi. Fakta-fakta itu, sekarang atau entah kapan, akan digunakan oleh kelompok kelompok yang ingin Papua lepas dari Indonesia. Fakta-fakta itu bisa menyakitkan rakyat Indonesia, tetapi tentang Papua yang hanya dijadikan ‘’jarahan’’ elite Jakarta, jauh lebih melukai warga Papua.
Ini berarti pemerintah Indonesia, termasuk politisi di DPR, harus mengambil sikap yang lebih bijaksana dan menjadikan kasus ini untuk pijakan perbaikan hubungan yang bermartabat antara Papua dan Indonesia. Masalah ini akan berbahaya jika hanya dilihat dari kepentingan Jakarta. Bahaya akan makin besar jika kemudian kasusnya ditenggelamkan hanya untuk menyelamatkan ‘’muka buruk’’ politisi tertentu, dan kepentingan bisnis Freeport.
Belajar dari kasus ini, Presiden Joko Widodo diharapkan mengambil langkah yang tepat, setidaknya tentang kontrak pertambagan di Papua. Dan langkah itu, lepas dari kontrak diperpanjang untuk Freeport atau tidak, harus secara konkret menyejahterakan rakyat Papua. Situasi Papua telah menjadi semakin rumit, langkah-langkah politik buruk dan bisnis yang tidak adil pada Papua harus disingkirkan segera.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...