Kasus Simulator SIM, Didik Purnomo Jalani Pemeriksaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Wakil Kepala Korsp Lalu Lintas (Korlantas) Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Didik Purnomo diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri.
Didik datang ke gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan mengenakan batik berwarna coklat sekitar pukul 10.00 WIB, Senin (22/9). Tanpa berkomentar apa-apa, Didik langsung masuk ke lobi gedung KPK dan mulai menjalani pemeriksaan bersama penyidik di ruang pemeriksaan.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Didik belum ditahan oleh KPK. Didik ditetapkan sebagai tersangka atas pengembangan penyidikan atas perkara tersangka Irjen Djoko Susilo yang diduga menyalahgunakan kewenangannya selaku Kepala Korlantas Polri 2011 yang menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan orang lain.
Selain Didik, KPK juga menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S. Bambang.
Sejak tahun 28 Juli 2012 lalu, baik Djoko, Didik, Budi dan Sukoco dilarang bepergian ke luar negeri. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Sukoco dianggap sebagai saksi penting dan mendapat perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
Didik Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komite (PPK) pada 15 April 2011 menandatangani surat keputusan tentang penunjukkan pemenang lelang dan pelaksanaan pengadaan Driving Simulator Uji Klinik Pengemudi R-4 senilai Rp 142,4 miliar untuk 556 unit dengan harga Rp 256 juta.
Total anggaran untuk pengadaan Driving Simulator Uji Klinik Pengemudi R-2 dan R-4 adalah Rp 197,8 miliar.
Dalam kasus ini Didik bersama dengan Budi Susanto dan Suktojo S Bambang disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Saat ini, Djoko Susilo sedang menjalani hukuman penjara selama 18 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair satu tahun kurungan berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung.
Sedangkan Budi Susanto juga divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta ditambah pidana uang pengganti sebesar Rp 17,13 miliar.
Dalam kasus ini kerugian yang dialami negara mencapai Rp 90 miliar dan Rp 100 miliar.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...