Katolik di Korsel Serukan Persatuan setelah Pemakzulan Park
SEOUL, SATUHARAPAN.COM – Katolik di Korea Selatan menyerukan persatuan menyusul putusan pada 10 Maret oleh “Constitutional Court” atau Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemakzulan mantan Presiden Korea Selatan (Korsel), Park Geun-hye.
Saat Mahkamah Konstitusi mengumumkan keputusan tersebut, kepala keuskupan Korea Selatan, Andrew Yeom Soo Jung menyerukan, seperti diberitakan Catholic Herald, hari Rabu (15/3), agar masyarakat membangun kembali negara melalui harmoni.
Selain itu dia mengeluarkan pesan yang mengatakan rakyat Korea Selatan harus menerima keputusan itu, walau ada masyarakat yang kemungkinan setuju atau tidak dengan pemakzulan Park.
Sementara itu bagi biarawati asal Amerika Serikat yang sejak lama tinggal di Korea Selatan, Suster Jean Maloney (86 tahun) mengatakan yang penting adalah terciptanya kesatuan rakyat Korea Selatan.
Biarawati yang tinggal di Korea Selatan sejak tahun 1953 itu mengemukakan rakyat Korsel mau tidak mau harus menerima keputusan pengadilan (Constitutional Court).
“Tetapi itu tidak mudah saya pikir, karena banyak generasi tua yang takut komunisme, sehingga memang benar-benar ada konflik antara rakyat, dan memang ada konflik antara pro-Park dan anti-Park,” kata dia.
Suster Maloney mengatakan dia mengalami pembangunan kembali negara itu setelah perang Korea, Maloney mengalami perubahan industrialisasi yang pesat di negara itu yang kala itu dipimpin ayah dari Park Gyeun Hee, yakni Park Chung Hee. Dia mengatakan dia tidak ikut-ikutan melakukan demonstrasi, tetapi mendukung perjuangan teman-temannya.
Ratusan ribu rakyat Korea Selatan mengadakan aksi unjuk rasa sejak lama untuk menyerukan impeachment Park Geun Hye setelah penyidik menemukan bukti ââbahwa presiden terkait ke sebuah skandal korupsi besar yang melibatkan beberapa konglomerat di negara itu.
Protes meletus pada awal Desember 2016 setelah kemarahan publik atas dugaan korupsi yang telah terindikasi sejak lama, terutama dengan kedekatan Park dengan Choi Soon-sil, seorang warga negara yang diadili karena menerima suap dari sejumlah taipan bisnis negara itu, dan memiliki pengetahuan yang mendalam rahasia negara.
Pastor Francis Lee Yongho dari Seoul mengatakan ia setuju dengan panggilan untuk harmoni tetapi itu berarti tidak boleh ada penolakan dalam perbedaan pendapat.
“Apa yang dibutuhkan dalam masyarakat adalah diskusi terbuka dan menghormati pendapat yang berbeda, dan itu harus dilakukan sesuai dengan hukum dengan cara hormat dan damai. Selain itu dengan keterbukaan maka akan menghasilkan masyarakat yang transparan dan amanah,” kata dia.
Lee, yang menyelesaikan gelar doktor dalam agama-agama dunia di University of Notre Dame di Indiana, mengatakan jika ia kembali ke rumah di Seoul, ia akan bergabung dengan saudara-saudaranya dari ordo Fransiskan untuk mendukung orang miskin dan memberikan perhatian kepada orang yang terpinggirkan oleh korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. (catholicherald.co.uk)
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...