Kebebasan Beragama Semakin Tak Terjamin
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia dalam perjalanannya mengalami kemajuan dalam berdemokrasi. Dimana sebelumnya kebebasan merupakan sesuatu yang amat langka tetapi seiring berjalannya waktu kebebasan menjadi sesuatu yang mudah diraih. Masyarakat menjadi dengan mudah untuk menikmati kebebasan berbicara, berekspresi, berpendapat dan kebebasan lainnya. Namun kini di era reformasi ini justru kebebasan itu terbelenggu lagi. Salah satunya dalam jaminan kekebasan beribadah.
Yang lebih memperihatinkan, peyelenggara negara dalam hal ini pemerintah daerah justru menuruti aksi radikal kelompok intoleran yang tindakaannya sangat bertentangan dengan konstitusi dan Pancasila.
Dalam diskusi bertema "Menggugat Peran Negara dalam Kebebasan Beribadah" di Jakarta, Sabtu (27/4), berbagai peristiwa yang memperlihatkan aksi intoleransi itu diungkapkan. Diantara kesaksian Pendeta Torang Simanjuntak, pimpinan HKBP Setu, Bekasi, Pendeta P. Panjaitan, pimpinan HKBP Philadelphia, Kabupaten Bekasi, dan Budi Pratikno dari Gereja Katolik Kristus Damai, Kampung Duri, Tambora, Jakarta Barat. Mereka bersaksi bahwa jemaat yang mereka pimpin dihalang-halangi beribadah. Bukan hanya dihalangi beribadah, gereja HKBP Setu dibongkar tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Dua pembicara dalam diskusi yang dilaksanakan Forum Masyarakat katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI KAJ), masing-masing Nia Sjarifudin (Ketua Umum Aliansi Nasioanal Bhineka Tunggal Ika),dan Zuhairi Misrawi (Direktur Eksekutif Moderate Muslim Society) pun menyatakan keprihatinan atas pelanggaran kostitusi khususnya kebebasan beribadah.
Nia Sjarifudin dalam percakapan dengan Satuharapan.com menyatakan telah terjadi krisis kebangsaan yang luarbiasa, saat ini. Padahal bila mencermati isi konstitusi, dan Pancasila, para pendiri negara telah sepakat untuk saling menghargai dalam keberagaman, termasuk keberagaman beragama." Namun sekarang, kenapa tiba-tiba muncul kelompok yang memperlihatkan sikap intoleran yang justru dibiarkan melakukan aksi kekerasan," tuturnya.
Diungkap pula, bukan hanya kalangan nasrani yang teraniaya. " Saudara-saudara kita dari Ahmadiyah yang sesungguhnya sudah hidup lama di Tanah Air, kenapa tiba-tiba dianiaya? Yang disayangkan, negara membiarkan kelompok intoleran beraksi dengan leluasa," tuturnya.
Dia juga menilai semua peraturan seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) yang mengatur pendirian rumah ibadah justru tidak menjawab permasalah saat ini. "Ketentuan yang tidak mengatasi masalah itu sebaiknya dicabut saja, tapi saatnya kita dahulukan musyawarah dalam mewujudkan kebebasan beragama," tuturnya.
Ketua Bidang III FKMI KAJ Handoyo Budhisejati sebagai pengayom masyarakat, termasuk kalangan yang kebebasan beragamanya sering diganggu."Negara nyaris selalu absen dalam menghentikan sederet pelanggaran kebebasan beribadah di tanah air," Ujar Handoyo yang membawahi bidang Humas dan Edukasi FKMI KAJ.
Sementara itu, Ketua Umum FMKI KAJ Veronica Wiwiek S.P Sulistyo menekankan bahwa pentingnya merawat satu Indonesia yang damai demi generasi yang akan datang,"Tentunya kita tidak ingin mewarisi negeri yang terpecah-belah karena konflik pada anak cucu kita" Ujar Veronica.
Sehingga, lanjut Veronica pemerintah sebagai pemagang mandat rakyat harus memastikan agar konstitusi dijadikan pegangan bersama karena tanpa itu Indonesia yang satu dan damai hanya akan menjadi ilusi.
Ke depannya FKMI akan secara rutin menyelenggarakan seminar-seminar agar masyarakat mengetahui isu-isu yang sedang berkembang di Indonesia sehingga kiranya dapat memberikan wawasan, gambaran, pandangan, serta informasi penting di sekitar kita.
Editor : Gregorius Windrarto
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...