Kedaulatan Ekonomi dan Revolusi Ukraina
SATUHARAPAN.COM – Demonstrasi di Ukraina telah berlangsung hampir sebulan, dan tanda-tanda penyelesaian belum tampak. Perbedaan antara oposisi dan pemerintah semakin kuat, terutama terkait kerja sama dengan kelompok Uni Eropa dan Serikat Pabean Rusia yang melibatlan Belarus dan Khazakhstan.
Yang makin mengkhawatirkan adalah kelompok massa di bawah pun telah terbelah antara yang mendukung bergabung dengan ekonomi Uni Eropa dan yang bergabung dengan ekonomi eks negara Uni Sovyet di bawah kepemimpinan Rusia. Hal ini bisa menimbulkan konflik yang lebih luas dari sekadar perebutan kekuasaan di tingkat elite, tetapi horizontal di antara rakyat Ukranina.
Konflik ini menjadi penting dicermati, karena terkait dengan masalah politik dan ekonomi. Ukraina sebenarnya tidak harus terjebak dalam konflik ini yang lebih merupakan konflik kepentingan antara Uni Eropa dan Rusia (termasuk Serikat Pabean).
Masalah justru melibatkan Ukraina, karena secara geografis negara ini adalah jembatan bagi Rusia dan Eropa, namun secara ekonomi memiliki ketergantungan yang kuat pada negara lain (selama ini dengan Rusia).
Konflik ini bisa menyangkut secara riil soal “perut” rakyat Ukraina, dan karenanya akan menjadi masalah yang lebih pelik bagi warga. Konflik horizontal bisa mecuat jika di tingkat elite tidak bisa mengupayakan pilihan penyelesaian yang meredakan kemarahan.
Ketergantungan
Ketergantungan ekonomi Ukrainan (pada Rusia), adalah sumber masalah bagi negara itu sekarang. Pada awalnya dan secara geografis Ukraina bisa dilihat sebagai negara yang memiliki posisi strategis sebagai “jembatan” bagi Rusia dan negara-negara eks Uni Sovyet ke Eropa. Posisi strategis ini secara teori memang bisa menempatkan Ukraina memeiliki “kartu” penting.
Namun kenyataan yang dihadapi Ukraina sekarang berbeda. Justru Ukraina menjadi “kartu” yang dimainkan Uni Eropa dan Rusia (dengan Serikat Pabeannya). Maka juga bukan hal aneh ketika demonstrasi hari Minggu lalu muncul senator senior dari AS, John Mc Cain dan Chris Murphy.
Keduanya melihat masalah di Ukraina ukan sekadar konflik oposisi dan pemerntah, bukan sekadar masalah politik dalam negeri. Meskipun bisa jadi pihak AS melihat peluang menekan Moskow, karena Presiden Vladimir Putin memainkan “kartu” Edward Snowden yang membongkar jaringan kerja penyadapan Badan Kemanan Nasional (NSA) AS. Kasus Ukraina bisa menjadi cara untuk menyetarakan posisi dan tekanan.
Terlepas dari kepentingan AS, masalah yang mendasar adalah bahwa Ukraina memiliki ketergantunagn ekonomi kepada Rusia. Presiden Victor Yakunovyk yang semula berhaluan Barat, bahkan sekarang tidak bisa menandatangani kerja sama dengan Eropa. Ketergantungannya pada Rusia, khususunya pada kenutuhan energi (gas) dan perdagangan, membuatnya harus “mengkhianati” Eropa dan berbalik kepada blok ekonomi yang dipimpin Rusia.
Ketergantungan Ukrainan secara ekonomi menjadikan negara itu bukan memainkan kartu posisi strategis, tetapi menjadi “kartu” yang dimainkan negara atau blok ekonomi lain. Masalah ekonomi akan menjadi masalah yang serius bagi rakyat, karena akan menyangkut kebutuhan dasar. Dan hal ini sebenarnya menuju proses negara itu kehilangan kedaulatan. Pemimpin oposisi Ukraina, Arseniy Yatsenyk, telah menyebutkan perjuangannya sevagai revolusi kemerdekaan, sebagai upaya melawan kolonial.
Kasus Ukraina merupakan gambaran yang nyata tentang kolonialisme ekonomi yang dimulai dengan penciptaan kebergantungan ekonomi. Kehilangan kedaulatan dalam ekonomi adalah pintu masuk kehilangan kedaulatan pada aspek kehidupan kenegaraan yang lain. Namun, apakah Ukraina bisa keluar dari cengkeraman ekonomi Rusia? Kalau bisa apakah bukan berarti masuk ke cengkerangan baru ekonomi Uni Eropa?
“Revolusi” yang terjadi di Ukraina bisa menjadi pembelajaran bagi kita di Indonesia yang belakangan ini terus memperlihatkan keputusan dan pemerintahan yang melupakan kedaulatan ekonomi, bahkan terutama kedaulatan dalam enegri dan pangan.
Kasus Ukraina harus menjadi refleksi bagi Indonesia yang ekonominya makin terlihat hidup dalam ketergantungan negara lain. Jika sampai situasinya seperti di Ukraina, kondisinya bisa lebih memprihatinkan karena ketika bisa keluar dari “mulut harimau” akan ada “mulut buaya” yang menelan negara-negara yang ekonominya dikendalikan pihak lain.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...