Kejaksaan Banding Atas Putusan Udar Pristono
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kejaksaan menyatakan akan banding atas putusan Pengadilan Tipikor yang memvonis mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono divonis 5 tahun penjara, padahal Jaksa Penutut Umum menuntut 19 tahun penjara. Perkara tersebut terkait dengan pengadaan bus Transjakarta.
"Kita akan banding," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, hari Jumat (25/9). Ia menambahkan kalau memang ada perbedaan kualifikasi pasal, pihaknya akan mengajukan upaya hukum, begitu pun kalau serapannya berbeda.
"Kita punya SOP, kalau kurang dari separuh. kita ajukan upaya hukum," kata HM Prasetyo.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono divonis 5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan karena terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 79 juta.
"Menyatakan terdakwa Udar Pristono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua subsidair. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp250 juta dengan ketentuan apa bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama lima bulan," kata ketua majelis hakim Artha Theresia dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, hari Rabu (23/9).
Vonis tersebut jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang menuntut Udar agar divonis 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dengan tiga perbuatan pidana yaitu penyalahgunaan wewenang, menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan menurut hakim, Udar hanya terbukti melakukan satu perbuatan pidana berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP yaitu menerima uang senilai Rp 79 juta dari Direktur PT Jati Galih Semesta Dedi Rustandi yaitu perusahaan peserta tender pekerjaan perbaikan koridor/halte busway pada Dishub DKI Jakarta.
"Dari fakta yang terungkap terdakwa menerima uang Rp 79 juta dari pembelian mobil. Pembelian dilakukan oleh Direktur PT Jati Galih Semesta yang memenangkan tender di Dinas Perhubungan," kata anggota majelis hakimm Joko Subagyo.
Mobil yang dimaksud adalah mobil dinas berpelat merah merk Toyota Kijang tipe LSX Tahun 2002 yang saat itu dalam proses lelang dengan harga Rp 100 juta. Padahal harga lelang tersebut dari Dishub DKI hanya Rp 22,43 juta.
"Fakta hukum terungkap terdakwa memberi pesan agar mobi dijual seharga Rp 100 juta dengan alasan sudah tua dan terlalu mahal. Dari rangkaian perbuatan terbukti uang Rp 78 juta diberikan karena menurut pemberi, hadiah berkaitan dengan jabatan terdakwa," tambah hakim Joko. (Ant)
Menag Ingin Bawa Pusat Peradaban Islam ke Indonesia
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar mengutarakan keinginannya untuk membawa pus...