Kekerasan Seksual pada Perempuan Indonesia Terus Meningkat
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setelah melakukan investigasi selama 18 hari, Kepolisian Daerah (Polda) Yogyakarta akhirnya menangkap RMZ–pelaku pembunuhan dan perkosaan terhadap seorang pedagang makanan serta minuman berinisial EM 2 Mei 2015–di Kutoarjo, Jawa Timur, pada Rabu (20/5).
Kasus pembunuhan disertai aksi perkosaan seperti ini hanya satu dari ribuan kasus serupa yang acap kali terjadi di penjuru Tanah Air. Hampir setiap hari, media massa memberitakan kejadian serupa, dengan beragam latar belakang kasus.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada tahun 2012 kekerasan terhadap perempuan mencalai lebih dari 216 ribu kasus. Setahun berikutnya, angka itu naik menjadi 279 ribu kasus lebih, di tahun 2014 angka tersebut kembali meningkat menjadi lebih dari 293 ribu kasus.
Kondisi ini menggugah kesadaran dari Jaringan Perempuan Yogyakarta, yang merupakan gabungan beberapa lembaga pembela hak perempuan, untuk melakukan kampanye anti kekerasan seksual kepada perempuan dalam berbagai kegiatan.
Kejahatan Serius
Tia Setiyani dari Jaringan Perempuan Yogyakarta, seperti dikutip dari VOA, Minggu (24/5), mengatakan kasus kekerasan seksual adalah kejahatan serius terhadap perempuan.
“Permasalahan kekerasan seksual itu adalah sesuatu yang besar dan merugikan sekali. Kedua, itu bisa dicegah dengan kebersamaan kita untuk mengenal kejahatan itu kembali, karena bahkan kekerasan seksual bisa terjadi di ruang aman," ujar Tia.
Jaringan Perempuan Yogyakarta juga mengajak media massa lebih peka dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. Jangan sampai pemberitaan justru menghadirkan penderitaan baru, terutama bagi keluarga korban. “Harus ada penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal, tidak hanya yang masih bertahan atau keluarganya. Kami menolak kematian menjadi komoditas dan kemudian mengajak kawan-kawan jurnalis atau media untuk bersama-sama sepakat melawan kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual," ujar Tia.
Korban Rumah Tangga
Sementara itu, perwakilan Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan terus terjadi karena belum berubahnya cara pandang masyarakat yang cenderung patriarkal.
Menurut dia, dalam banyak kasus, perempuan menjadi korban kekerasan, terutama di lingkungan rumah tangga, karena laki-laki mengalami tekanan sosial ekonomi di luar, kemudian perempuan dijadikan sasaran kekerasan, karena dipandang mudah menjadi korban.
“Ketidakadilan gender, ketidaksetaraan gender, cara pandang, pola pikir, perpsektif patriarkal itu memang masih menempatkan perempuan itu paling mudah untuk dijadikan obyek kekerasan, terlebih dikaitkan dengan kekerasan seksual," ujar Budi.
Dia pun tidak sepakat bila perempuan kemudian dipaksa untuk lebih protektif terhadap dirinya sendiri, karena yang juga harus dibenahi adalah cara pandang itu. Perempuan, menurut Budi, bebas untuk mengekspresikan diri, dan tidak boleh menjadi obyek karena hal itu.
“Paling ideal memang mengubah cara pandang ini. Karena dalam situasi apapun kemudian orang tidak mudah melakukan kekerasan karena memang cara pandangnya sudah berbeda. Perempuan akan dijadikan subyek," ujar dia.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...