Kelompok Pro Morsi Serukan Boikot Referendum Konstitusi Mesir
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Aliansi Nasional untuk Mendukung Legitimasi (NASL) hari Senin (13/1) mengatakan bahwa pemerintah sementara Mesir telah "kehilangan babak baru" setelah jumlah pemilih menunjukkan partisipasi rendah dalam pemungutan suara luar negeri untuk referendum konstitusi.
Koalisi yang juga dikenal sebagai pro Mohammed Morsi itu juga menyerukan boikot terhadap referendum konstitusi, dan tetap menolak pemerintahan sementara. Dalam sebuah pernyataan kelompok ini menyebutkan bahwa pemilih rendah di luar negeri merupakan "kegagalan untuk rancangan konstitusi."
Komite Pemilihan melaporkan pada hari Senin bahwa hanya 15 persen dari pemilih luar negeri memberikan suara mereka. Persentase tersebut merupakan penurunan tajam dari 40 persen yang memilih dalam referendum konstitusi 2012.
Namun, pada hari Minggu, Wakil Menteri Luar Negeri, Hamdy Loza, mengatakan bahwa jumlah pemilih karena pembatalan opsi di mana surat suara bisa dikirim melalui pos.
Dalam sebuah wawancara telepon dengan saluran satelit swasta Mesir MBC Misr, Loza menjelaskan bahwa dalam referendum konstitusi 2012, pemilih bisa mengirim surat suara ke kedutaan mereka yang ditunjuk untuk dewan.
Namun, menurut Loza, Pemilihan Dewan Tertinggi menghapus opsi ini untuk referendum kontitusi 2014 untuk menghindari tantangan hukum. Hal senada diungkapkan juru bicara kementerian luar negeri, Badr Abdel-Atti.
Jumlah pemilih tahun ini 103.000, lebih tinggi dibandingkan referendum tahun 2012 yang mencakup 92.000 pemilih, kata Abdel-Atti.
Dalam pernyataannya, NASL menekankan kembali pesannya untuk Mesir untuk memboikot referendum, dan menyatakan tidak akan berubah menjadi menjadi 'ya' terhadap rezim saat ini yang disebutnya melakukan "kecurangan sistematis."
Aliansi juga menyerukan protes nasional selama pemungutan suara pada referendum di Mesir pada tanggal 14 dan 15 Januari ini. Namun meminta pengikutnya untuk menghindari protes di dekat tempat-tempat pemungutan suara. Kelompok ini terutama didukung Ikwanul Muslimin, organisasi yang oleh pemerintah telah dinyatakan sebagai organisasi teroris.
Kepala negara sementara Mesir, Adli Masnour, telah mendesak warga Mesir untuk memberikan suara pada piagam yang mewakili "langkah pertama untuk sebuah negara sipil yang demokratis dan modern."
Pemungutan suara luar negeri adalah perkembangan baru untuk politik Mesir yang dilaksanakan setelah pemberontakan Januari 2011. Warga Mesir di luar negeri memberikan suara referendum konstitusi ini pada 8 - 12 Januari.
Konstitusi baru merupakan perubahan atas konstitusi 2012 yang dibekukan terkait dengan pencopotan Presiden Mohammed Morsi. Persetujuan rakyat tentang konstitusi baru akan menjadi langkah pertama dalam menjalankan roadmap untuk selanjutnya dilakukan pemilihan parlemen dan pemilihan presiden pada pertengahan 2014. (ahram.org.eg)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...