Keluarga Korban AirAsia Protes 'Live' Media
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – Keluarga korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 memprotes tayangan langsung (live) yang dilakukan berbagai media saat serah terima jenazah di halaman Polda Jatim di Surabaya. Protes ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol. Awi Setiyono seusai menerima keluhan dari keluarga korban terkait dengan adanya tayangan langsung saat serah terima jenazah dari tim identifikasi kepada keluarga korban.
“Mulai besok, kami harapkan kepada rekan media agar prosesi serah terima jenazah tidak perlu diliput. Hal ini karena keluarga korban merasa keberatan dan merupakan masalah pribadi, mari bersama kita hargai,” kata Awi Setiyono dalam keterangan pers tentang AirAsia di Surabaya pekan lalu.
Ia berharap kepada sejumlah media nasional maupun media asing untuk menghargai privasi para keluarga korban yang keberatan dengan adanya tayangan langsung serah terima jenazah.
Sementara itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengimbau lembaga penyiaran agar berempati terhadap keluarga korban dalam peliputan kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501 dari Surabaya menuju Singapura.
“Lembaga penyiaran dalam peliputan yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah wajib mempertimbangkan perasaan duka, dan kondisi psikologis keluarga korban,” kata Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily melalui surat elektroniknya.
Pihaknya minta agar lembaga penyiaran tidak memaksa dan menekan keluarga korban untuk menjawab pertanyaan yang akan menambah rasa duka dan trauma, apalagi memaksa mengambil gambar kondisi keluarga yang sedang terpukul.
Agatha menegaskan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI secara jelas telah mengatur pedoman peliputan bencana yang wajib dipatuhi oleh seluruh lembaga penyiaran.
Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengingatkan kembali stasiun televisi swasta di Indonesia untuk mematuhi teguran keras dari KPI terkait pemberitaan mengenai jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 terutama terkait penayangan gambar jenazah korban secara vulgar.
“Teguran kan lebih keras dari peringatan. Lewat batas selangkah lagi kena sanksi yang lebih berat,” katanya di kantor Wakil Presiden pekan lalu.
Tiga media televisi memang telah mendapat teguran dari KPI terkait penayangan gambar jenazah korban AirAsia QZ8501 yang terapung di laut.
Menurut Rudiantara, media massa seharusnya memperhatikan etika dan kaidah-kaidah jurnalistik, terutama dalam pemberitaan yang terkait bencana.
Ia menampik bahwa teguran KPI formalitas semata karena lembaga itu tidak bertaring. “KPI punya taring. Ada dua dalam hal ini, KPI dan Kemenkominfo. Dua-duanya harus jalan sama-sama. Bukan satu punya taring, satu tidak. Kita akan koordinasi terus bagaimana caranya untuk lebih mendisiplin industri media,” kata dia.
Harus Sesuai Kode Etik
Menkominfo Rudiantara meminta media untuk mematuhi etika jurnalistik dalam memberitakan musibah AirAsia QZ8501. Apabila merasa melanggar etika, menurut dia, sudah sepantasnya media yang bersangkutan meminta maaf.
“Saya minta agar mengikuti etika yang berkaitan dengan fungsi media. Media juga bukan hanya televisi, tapi juga cetak, online. Itu semuanya punya kode etik, ada Dewan Pers juga,” katanya.
KPI telah mengeluarkan teguran tertulis kepada satu televisi swasta yang menayangkan gambar jenazah korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 dalam proses evakuasi dengan kondisi mengapung di laut tanpa busana lengkap.
Selain itu, KPI memberi peringatan kepada satu televisi swasta lainnya, dan satu lembaga penyiaran publik atas tersiarnya gambar-gambar korban musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.
“KPI sudah mengeluarkan teguran lisan, dan tanggal 31 Desember suratnya sudah dikeluarkan oleh KPI. Dua teguran, dan satu peringatan tertuju untuk lembaga penyiaran swasta dan LPP (lembaga penyiaran publik)” kata Rudiantara.
Ketiganya dinilai terlalu vulgar menampilkan jasad korban yang sedang dalam proses evakuasi di laut, dalam kondisi yang tanpa proses editing atau proses blur yang tidak sempurna.
Atas teguran dan peringatan tersebut, menurut Rudi, salah satu televisi swasta telah menyampaikan permintaan maaf.
Lembaga penyiaran swasta tersebut, kata Rudi, berjanji tidak mengulangi lagi kesalahan dalam penyiaran semacam itu. “Seharusnya jadi efek jera,” ujar dia.
Sementara itu, KPI menyesalkan masih adanya stasiun televisi yang tidak mengindahkan imbauan KPI, dengan tetap menayangkan isi siaran yang tidak layak dipertontonkan.
Terkait pemberitaan mengenai musibah AirAsia tersebut, KPI menerima banyak pengaduan dan keberatan dari masyarakat atas tayangan di beberapa televisi yang meliput langsung proses evakuasi korban. Pengaduan itu disampaikan langsung ke KPI, baik melalui SMS, email, media sosial, serta telepon. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...