Kematian Dalang Teror Paris Disambut Tepuk Tangan Parlemen Prancis
PARIS, SATUHARAPAN.COM - Setelah semapt simpang siur, kematian dalang Teror Paris, Abdelhamid Abaaoud, secara resmi diumumkan oleh pemerintah Belgia dan pemerintah Prancis. Di Prancis, berita yang lama ditunggu-tunggu tersebut diumumkan oleh Perdana Menteri Manuel Valls di depan parlemen, yang segera mendapat sambutan tepuk tangan.
Reuters melaporkan pihak berwenang mengatakan mereka mereka telah mengidentifikasi mayat Abdelhamid Abaaoud, warga negara Belgia itu. Jasadnya hancur dan dari sidik jarinya dipastikan ia adalah orang yang dicari.
Serangan polisi pada hari Rabu (18/11) setidaknya menewaskan dua orang, termasuk seorang pembom bunuh diri wanita.
"Laba-laba di web tidak lagi berbahaya," kata Menteri Kehakiman Belgia Koen geens, merujuk gelar yang disematkan kepada Abaaoud. Ia menyebut ini sebagai "terobosan".
Tubuh Abaaoud ditemukan penuh dengan lubang di tengah reruntuhan pasca serangan Rabu, kata jaksa Paris dalam sebuah pernyataan. Jaksa kemudian menambahkan bahwa tidak jelas apakah Abaaoud telah meledakkan sabuk bunuh diri.
Militan kelahiran Maroko berusia 28 tahun tersebut, dituduh mendalangi pemboman terkoordinasi Jumat lalu serta penembakan di ibukota Perancis, yang menewaskan 129 orang. Tujuh penyerang tewas dalam serangan itu dan kedelapan tersangka masih buron.
Perdana Menteri Prancis Manuel Valls menyampaikan kabar kematian Abaaoud untuk parlemen pada hari Kamis (19/11) disambut tepuk tangan dari anggota parlemen Prancis yang memberikan suara untuk memperpanjang keadaan darurat selama tiga bulan.
"Kita tahu hari ini ... bahwa dalang dari serangan - atau salah satu dari mereka, mari kita tetap berhati-hati - tewas," Valls berkata kepada wartawan.
Sebelum serangan pekan lalu yang dikenal sebagai Teror Paris, Abaaoud adalah salah perekrut ISIS di Eropa. Di majalah online ISIS, Dabiq, ia membual melintasi perbatasan Eropa untuk melancarkan serangan.
ISIS telah menarik ribuan anak muda Eropa, dan Abaaoud dipandang sebagai seorang tokoh terkemuka dalam memikat orang lain untuk bergabung, terutama dari negara asalnya Belgia.
Dia mengaku telah melarikan diri dari benua Eropa setelah serangan polisi di Belgia pada tahun 2013 di mana dua militan lainnya tewas. Keluarganya sendiri telah mengakui dirinya, menuduhnya menculik adiknya selama 13 tahun, yang kemudian dipromosikan di internet sebagai pejuang asing ISIS termuda di Suriah.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Bernard Cazeneuve, mengatakan Abaaoud terlibat dalam empat rencana teror yang berhasil digagalkan di Prancis tahun ini, namun sangat disesalkan tidak seorang pun menyadari keberadaannya di Eropa.
"Enam serangan telah berhasil dihindari atau digagalkan oleh petugas Prancis sejak musim semi 2015. Abaaoud terlibat dalam empat dari enam serangan tersebut," ujar dia, tidak lama setelah pihak berwajib memastikan kematian anggot kelompok bersenjata ISIS itu, seperti dilaporkan oleh AFP.
Sosok militan asal Belgia itu sempat dilaporkan berada di Suriah, tempat dirinya muncul dalam beberapa video ISIS yang menyerukan serangan terhadap Eropa. Keberadaan Abaaoud di Prancis menimbulkan pertanyaan besar tentang kegagalan keamanan.
"Kami tidak mendapat informasi apa pun dari negara-negara Eropa lain bahwa ia berhasil melintas sebelum tiba di Prancis," kata Cazeneuve, dilansir oleh AFP.
Pada 16 November, atau tiga hari setelah pertumpahan darah di Paris, badan intelijen salah satu negara di luar Eropa mengindikasikan mereka mengetahui kehadiran Abaaoud di Yunani.
Cazeneuve mengatakan Abaaoud terlibat dalam rencana serangan yang gagal ke sebuah gereja di dekat Paris ketika secara tidak sengaja kakinya tertembak oleh tersangka lainnya, yakni Sid Ahmed Ghlam.
Polisi juga menyelidiki hubungannya dengan serangan gagal di kereta cepat tujuan Amsterdam-Paris pada Agustus. Dua prajurit Amerika Serikat, yang sedang cuti dan seorang teman mereka, menghentikan kemungkinan pertumpahan darah itu dengan membekuk seorang pelaku yang menembakkan peluru di kereta tersebut.
Cazeneuve menuturkan seluruh serangan gagal yang diarahkan ke Prancis memiliki kesamaan modus operandi, yaitu merencanakan aksi kekerasan dari luar negeri untuk dilakukan milisi yang berasal dari negara-negara Eropa, melatih mereka menggunakan senjata kemudian mengirim mereka kembali ke wilayah Eropa untuk melakukan serangan.
"Semua orang harus mengerti pentingnya Eropa bangkit, membenahi diri, dan mempertahankan diri melawan ancaman terorisme," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...