Kemendag: Australia Minta Pembiakan Sapi Hanya di Negaranya
Agar mencapai kemandiran ketersediaan sapi dalam negeri untuk waktu yang akan datang memang memerlukan biaya yang cukup tinggi.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan, mengatakan pihak Australia menawarkan kerja sama pembiakan sapi hanya dilakukan di Australia sedangkan Indonesia hanya melakukan penggemukan sapi saja.
Hal itu dikatakan Oke menjawab pertanyaan satuharapan.com, ketika dimintai tanggapan Kemendag terkait respons peternak Australia dan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot (Pengemukan) yang keberatan terhadap kebijakan baru Pemerintah Indonesia mengenai impor sapi dengan rasio satu ekor sapi indukan untuk setiap lima sapi bakalan.
Menurut Oke, berbagai respons tersebut adalah wajar bahkan Australia menginginkan pembiakan sapi dilakukan di negaranya saja.
“Ya bukan hanya itu, Australia bahkan mengajak kerja sama kalau breeding (pembiakan) itu cukup di Australia, ya kita (Indonesia) hanya penggemukan saja. Apa kita mau begitu?,” kata Oke di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia, Jakarta, hari Kamis (29/9).
Oke mengatakan kebijakan baru impor sapi dengan rasio satu banding lima memang akan memunculkan beberapa masalah seperti kurangnya luas lahan pembiakan dan biaya yang tidak sedikit akan dikeluarkan para importir. Namun menurut dia, agar mencapai kemandiran ketersediaan sapi dalam negeri untuk waktu yang akan datang memang memerlukan biaya yang cukup tinggi.
“Ya pasti komentarnya pasti seperti itu, tetapi adalah memang ada cost yang cukup tinggi kalau kita mau ke arah kemandirian. Kalau kita hanya memenuhi kebutuhan, ya tidak usah berbicara skema seperti begitu. Penggemukan saja. Tapi kan bukan itu,” kata Oke.
“Pak Presiden ke Pak Menteri mengarahkan ketersediaan stok, harga terkendali, dan serapan pasokan dalam negeri, dan mengarah ke kemandiran. Jadi kalau mengarah ke kemandiran nanti itu harus diterjemahkan,” dia menambahkan.
Munculkan Masalah
Sebelumnya, seperti dilansir Australia Plus, hari Selasa (27/9), sejumlah eksportir di Australia telah diberitahu bahwa aturan terkait program pembibitan itu akan diperketat lagi hingga 20 persen. Artinya, satu dari lima sapi Australia yang diekspor ke Indonesia haruslah untuk tujuan pembibitan.
David Stoate dari peternakan Anna Plains di wilayah utara Australia Barat mengatakan, jika aturan mengenai pembibitan ini diterapkan bisa memunculkan masalah.
"Yang pasti menggembirakan mendengar kuota impor sudah dihapuskan. Namun dalam kasus ini, obatnya mungkin saja lebih buruk daripada penyakitnya," katanya mengandaikan.
Stoate mengatakan seluruh rencana (mengimpor lebih banyak bibit sapi) memunculkan banyak pertanyaan yang sulit dijawab.
"Kita mengirim banyak sapi ke Indonesia saat ini yang berupa sapi penggemukan dibandingkan sapi untuk pembibitan," ujar Stoate.
Namun menurut Stoate di pihak Indonesia logistiknya lebih sulit karena kurang memiliki lahan yang akan digunakan untuk pembibitan sapi.
"Perdagangan ternak antara kedua negara berkembang sebab kami bagus dalam pembibitan sapi di Australia utara dan Indonesia bagus dalam menggemukkan sapi-sapi itu," kata Stoate. "Saya kira ini harus jadi fokus kedua negara."
Pihak Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) seperti dikutip Jakarta Globe menyatakan "tidak senang" dengan aturan baru ini. Alasannya, aturan baru ini tidak layak sebab penggemukan sapi akan segera dipenuhi dengan bibit dan anak sapi, sehingga mempersempit kapasitas untuk menampung sapi potong.
"Ini tidak akan ekonomis dalam tempo singkat," kata Direktur Eksekutif Apfindo Joni Liano.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...