Kemendikbud Rencanakan Siswa Baca Buku Sebelum KBM Dimulai
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan tahun depan pemerintah merencanakan mewajibkan sekolah dasar dan menengah setiap pagi 15 menit membaca sebelum masuk materi penyampaian Proses Kegiatan Belajar Mengajar.
“Menurut orang dahulu kalau membaca buku pengetahuan atau pelajaran di pagi hari itu pikiran masih fresh, jadi mulai tahun depan setiap siswa siswi di tingkat pendidikan dasar dan menengah akan diwajibkan ada program 15 menit membaca buku sebelum pelajaran dimulai,” kata Anies saat memberi sambutan di pembukaan Kompas Gramedia Fair, di Assembly Hall Jakarta Convention Center, Jakarta, hari Jumat (11/12).
Anies menyebut peraturan tersebut akan dia terapkan, namun melalui proses survei terlebih dahulu. Anies berpendapat pentingnya membaca, apalagi anak siswa sekolah dasar dan menengah, karena seorang pelajar di sekolah harus memahami makna kata ‘belajar’.
Anies menyebut makna belajar adalah memulai membuka pengetahuan baru, yang didapat dengan membaca buku pengetahuan yang disenangi.
“Buku itu (pengetahuan, Red) harus yang disenangi siswa, jangan menuruti kemauan gurunya, karena otomatis dengan membaca sebelum pelajaran dimulai, siswa akan menambah pengetahuan,” dia menambahkan.
Mantan rektor Universitas Paramadina tersebut mengapresiasi apabila banyak pihak swasta tergerak untuk menyumbangkan buku-buku sebagai sarana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolahan, selain menyumbang, pihak swasta dapat menyelenggarakan pameran dan penjualan buku dengan harga terjangkau.
“Kegiatan berwirausaha dan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti menggelar pameran atau penjualan buku saat ini masih jarang, padahal sebenarnya efeknya saat ini penting bagi Indonesia,” kata Anies.
Pentingnya Membaca
Anies menjelaskan bahwa buku penting sebagai pembentukan budaya membaca suatu bangsa. Menurut Anies budaya membaca penting karena menunjukkan kapasitas intelektual, karakter dan dimensi sosial suatu bangsa.
“Membaca itu sesungguhnya sebagian dari budaya, dan budaya itu awalnya timbul dari kebiasaan, sebelumnya kebiasaan timbul dari pembiasaan, dan yang lebih penting adalah pembiasaan itu harus diajarkan,” kata dia.
Anies mengatakan budaya membaca tidak terbentuk dari seremonial upacara bendera, atau acara pencanangan gerakan giat membaca, namun literasi muncul atas kesadaran suatu kelompok tertentu yang di dalamnya merasa membutuhkan tambahan pengetahuan.
Ia memberi contoh pentingnya membaca, ketika Anies beberapa pekan sebelumnya melakukan kunjungan kerja ke Papua, kala itu dalam peringatan Hari Literasi Nasional.
“Saya melihat di Papua waktu itu ada orang tua yang sudah usia di atas 60 tahun mereka baru melek literasi (melek huruf, Red), sayangnya bukan hanya melek huruf tapi melek angka,” kata dia.
“Bayangkan saja mereka nggak bisa membedakan mana uang pecahan 100 ribu (rupiah, Red) mana yang 10 ribu (rupiah, Red), dan mana yang 5 ribu (rupiah, Red),” dia menambahkan.
Ternyata, Anies menambahkan, setelah dia bertanya ke orang lanjut usia tersebut, ternyata dia adalah seorang pedagang di pasar. Anies terheran-heran karena banyak pedagang di pasar tersebut ternyata membedakan berbagai pecahan nilai nominal uang dari warnanya.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer Kompas Gramedia, Liliek Oetomo, mengatakan bahwa makna dari “How I See The World”–yang menjadi tema Kompas Gramedia Fair 2015–adalah buku dan bahan bacaan yang dibaca satu orang dapat menjadi penyumbang untuk kemajuan bangsa.
“How I see the world (bagaimana saya memandang dunia, Red), yakni menunjukkan kontribusi seseorang bagi dunia,” kata Liliek.
Dalam pembukaan Kompas Gramedia Fair turut hadir Pemimpin Redaksi Kompa,s Budiman Tanuredjo, Chief Executive Officer Kompas Gramedia, Liliek Oetomo, dan Direktur Perbankan Individu BCA, Hendri Koenaifi.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...