Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi RI Sudah Capai Titik Terendah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mencapai titik terendah tahun ini. Dan diharapkan tahun depan sudah mulai bangkit.
"Pertumbuhan ekonomi memang turun tetapi kami yakin tahun ini merupakan the bottom of the decline. Lalu sesudah itu kita akan naik. Saya sebetulnya berharap semester lalu yang merupakan the bottom, 4,7 persen. Semester dua ini akan naik lebih tinggi," kata Suahasil, dalam sebuah video wawancara youtube yang dilansir oleh akun twitter Kementerian Keuangan, hari ini (27/10).
Suahasil menambahkan, paket kebijakan ekonomi yang sudah dilucurkan oleh pemerintah mendapat apresiasi dari dunia internasional. "Berbagai paket yang kita lakukan arahnya sudah benar. Meningkatkan daya beli, mendorong insentif dunia usaha," kata guru besar FE-UI berdarah Nias ini.
"Yang menciptakan kesejahahteraan bukan pemerintah. Bukan pemerintah yang menciptakan pendapatan, komponen belanja pemerintah dalam PDB hanya 15 persen. Dunia usaha yang harus membuat kegiatan ekonomi, menghire tenaga kerja, melakukan proses produksi, dan barangnya dilempar ke pasar. Jadinya masyarakat punya pendapatan," kata dia.
Suahasil juga menegaskan bahwa nilai tukar rupiah yang pernah merosot sampai Rp 14.700 bukan nilai tukar rupiah yang riel.
"Nilai tukar rupiah yang sudah kita sepakati dengan DPR adalah Rp 13.900 per dolar AS. Jangan terpukau dengan kurs rupiah 14.500 dua tiga minggu lalu karena itu bukan nilai asesunguhnya. Itu menurut saya, nilai yang jauh dari riel kita. Ketika isu (kenaikan bunga The Fed) AS mereda, lalu kemudian pressure terhadap rupiah menghilang, tiba-tiba rupiah kita balik lagi ke 13.600. Kita ada disitu," kata dia.
Kendati demikian Suahasil mengatakan bahwa nilai tukar rupiah masih akan mengalami depresiasi karena adanya defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran Indonesia. "Untuk negara sedang berkembang seperti Indonesia, adanya defisit transaksi berjalan itu sehat," tutur dia.
Ia mengatakan, dulu defisit transaksi berjalan dalam perekonomian RI terjadi karena harga BBM terlalu murah dan impor barang terlalu banyak. "Sekarang tidak ada lagi harga bensin terlalu murah dan impor yang terlalu banyak. Yang ada adalah impor bahan baku. Kalau manufaktur kita bisa kita tingkatkan, maka bahan baku impor itu akan hilang. Tetapi ini bukan pekerjaan singkat, mungkin membutuhkan waktu lima sampai 10 tahun ke depan," tutur dia.
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...