Ketua Komisi VIII: Agama Bukan Bagian Otonomisasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan urusan agama tidak termasuk bagian dari otonomisasi. Pemerintah pusat seharusnya memperhatikan hal tersebut, demi terwujudnya keadilan di tengah masyarakat.
“Urusan agama warga negara tidak termasuk bagian yang diotonomisasikan. Pemerintah pusat harus memperhatikan hal itu, tidak boleh ada ketidakadilan yang terjadi di masyarakat atas nama apa pun,” kata Saleh kepada sejumlah wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Rabu (4/11), menyikapi surat Bupati Manokwari Selatan, Bastian Salabay, Nomor 450/456 tertanggal 1 November 2015 yang memerintahkan panitia pembangunan masjid di daerah Zending Andai menghentikan segala kegiatan karena berpotensi memicu konflik.
Menurut Saleh, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus segera mengklarifikasi surat Bupati Manokwari tersebut, agar mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya. Bila terdapat kesalahan administratif, Kemendagri juga diminta segera mengambil tindakan tegas, termasuk membatalkan surat itu.
Selain itu, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga meminta Kementerian Agama segera turun tangan melakukan tindakan yang diperlukan demi menjaga kehidupan umat beragama di Kabupaten Manokwari Selatan.
“Negara dituntut hadir menjadi fasilitator yang baik bagi semua kepentingan rakyat. Pemerintah pusat harus mengambil peran strategis dalam menyelesaikan masalah-masalah seperti ini, sehingga tidak melebar dan menimbulkan gejolak sosial yang tidak diinginkan,” kata dia.
Jangan Saling Larang
Lebih lanjut, Saleh menyampaikan, kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, segala tindakan dari rakyat harus mengacu pada dua hal tersebut, terlebih pada hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pancasila dan UUD 1945, menurut dia, mengizinkan setiap masyarakat Indonesia untuk mengamalkan ajaran agamanya masing-masing dan tidak boleh dihalangi oleh pihak mana pun. Kedua dasar kehidupan sosial masyarakat Indonesia itu juga disebut memerintahkan kepada negara juga untuk menjamin pendirian rumah ibadah, demi menjamin kebebasan beragama.
Berdasarkan hal tersebut, dia melanjutkan, umat Islam tidak boleh melarang umat beragama lain mendirikan rumah ibadah, sepanjang pembangunan tersebut telah memenuhi aturan perundang-undangan yang berlaku. “Hal yang sama semestinya juga dilakukan umat beragama lain, meskipun pembangunan itu berada di wilayah di mana umat Islam menjadi minoritas,” tutur Saleh.
Editor : Sotyati
Berjaya di Kota Jakarta Pusat, Paduan Suara SDK 1 PENABUR Be...
Jakarta, Satuharapan.com, Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya Muhammad Mashabi Jakarta Pusat menjadi ...