Ketua MUI Pertanyakan BPJS Haram ke Bidang Fatwa
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof H Din Syamsuddin masih akan mempertanyakan fatwa yang menyatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dijalankan pemerintah diduga tidak sesuai syariah atau haram.
"Saya sekarang ini masih meminta penjelasan dari bidang fatwa terkait masalah itu," ujar Din usai meresmikan Pusat Dakwah Islamiyah Muhammadiyah (Pusdim) di Jalan Gunung Lompobanttang, Makassar, hari Jumat (31/7).
Kendati adanya keputusan Itjima atau forum pertemuan komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren At Tauhidiyah, Cikura, Bojong, Jawa Tengah pada Juni lalu yang menjatuhkan fatwa BPJS haram hukumnya, kata Din, akan menelaah putusan itu.
"Ini keputusan ijtima nanti saya akan menjawabnya secara luas setelah pertemuan agenda Muktamar Muhammadiyah besok," katanya singkat kepada wartawan terlihat terburu-buru saat meninggalkan lokasi karena ada agenda lainnya yang lebih penting.
Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI mengeluarkan keputusan bersama hasil ijtima terkait sistem BPJS tidak sesuai fiqih dan syariat islam dalam sistem premi atau iuran hingga pengelolaan dana peserta BPJS Kesehatan tersebut.
Fatwa MUI tersebut tentang BPJS Kesehatan dianggap tidak sesuai syariah dan dinilai mengandung unsur gharar (penipuan), maisir dan riba bahkan kepesertaan BPJS Kesehatan tidak adil karena membedakan latarbelakang peserta.
Selain itu dalam Itjima itu disebutkan ada bunga, ada akad yang diyakni tidak sesuai syariah termasuk dana yang diinvestasikan itu dikemanakan makanya diangggap tidak sesuai syariah karena tidak ada kejelasan apakah milik negara, BPJS atau peserta.
Dalam prinsip asuransi syariah yang menggambarkan kondisi iuran BPJS adalah hibah kelompok peserta asuransi. Apabila perusahaan asuransi ataukah BPJS itu sendiri mestinya berlaku sebagai wakil kolektif. Bila resiko terjadi maka perwakilan bisa menjadi perwakilan peserta kolektif ke personalnya.
Bahkan berdasarkan kajian MUI sesuai dalam Al quran ada beberapa surat yang dijadikan dalil fatwa yakni QS Al-Baqarah: 275-280, QS Ali Imran: 130, QS An-Nisa: 36-39, QS Al-Baqarah: 177, QS At-Taubah: 71, dan QS Al-Maidah:2
Selain dalil Al quran, ada 10 hadis ijma ulama dan beberapa fatwa DSN MUI sebelumnya menjadi pertimbangan dalam mengeluarkan fatwa tersebut. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...