Ketua YLKI: Masyarakat Jakarta Ndeso, Buang Sampah ke Saluran Drainase
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menjelaskan ada banyak masalah dengan kebiasaan masyarakat Jakarta yang ndeso. Terutama, dalam hal membuang sampah sembarangan ke saluran drainase.
“Itu juga menjadi masalah dari kebiasaan masyarakat yang ndeso, sampah-sampah plastik yang masuk ke drainase, ini kekeliruan yang sangat besar. Jadi tugas DKI sekarang adalah membatasi jumlah sampah plastik. Di Jakarta ada 170 mall yang memproduksi sampah, ini penghasil sampah terbanyak di Jakarta.” ungkap Tulus yang ditemui pada kesempatan usai Rembuk Provinsi 2013 di Balai Agung, Kantor Balai Kota, Jakarta Pusat pada Kamis siang (12/12).
Hampir di semua titik drainase terdapat sampah yang menyumbat saluran air, sehingga menyebabkan banjir. Tulus berpendapat banjir di Jakarta kita tidak bisa terus salahkan daerah Puncak, karena ada banjir-banjir lokal juga. Masalah drainase begitu kelihatan, dan itulah yang harus diperbaiki.
“Misalnya begini setiap mall kalau mau gunakan plastik, konsumen harus bayar. Kalau tidak mau bayar harus bawa tas sendiri. Seperti di Eropa, itu pasti ditanya, mau pakai plastik berarti kamu harus nambah ongkos,”
“Ini agar orang mikir tidak seenaknya menggunakan plastik sebagai bungkus. Solusinya apa, mau bawa sendiri dengan bungkus-bungkus non-plastik atau tambah biaya.”
“Dan saya dorong Gubernur untuk mengeluarkan peraturan melarang supermarket menggunakan tas kresek sebagai bungkus di supermarket, atau tadi konsumen dikenakan biaya untuk perbungkusnya. Misalnya tidak usah banyak-banyak, setiap belanja Rp. 100.000 dikenakan tarif kantong plastik Rp. 500.” kata Tulus menjabarkan.
“Memang sekarang sudah mulai ditawarkan ke supermarket-supermarket, seperti di Giant atau Carrefour, ada yang mau ada yang tidak, karena memang belum jadi peraturan.”
Sistem ini memang belum dikomunikasikan secara langsung dengan Gubernur, akan tetapi menurut Tulus, Gubernur sendiri sudah sejak dua bulan yang lalu mengeluarkan himbauan agar supermarket mengurangi penggunaan plastik. “Sekarang kita harapkan ini jadi peraturan jangan cuma himbauan, agar mengikat.” harapnya.
Harus Ada Kontribusi Pusat
“Soal trotoar, transportasi, masalah kemacetan itu bukan hanya kepentingan Gubernur DKI. Jadi kalau SBY bilang gubernur yang salah, itu keliru. Sebenarnya harus ada kontribusi dengan pemerintah pusat,” kata Tulus.
“Sedangkan persoalan lokal seperti drainase itu saya kira dapat di kerjakan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur. Masalah sampah, RTH (ruang terbuka hijau), untuk sekarang saya akui sudah ada upaya, tapi harus terus diupayakan lagi.” tambahnya.
Rembuk Provinsi 2013 menjadi langkah awal, karena selama ini tidak ada komunikasi publik dari pemerintah ke masyarakat. Dengan rembuk provinsi ini, dari lembaga independen bertemu dengan kelompok-kelompok pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Tulus berharap kegiatan rembuk provinsi ini diadakan pada tahun berikutnya, karena masalah itu sifatnya dinamis. Kecuali masalah laten, seperti kemacetan dan transportasi.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...